Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga

Dengan teknologi yang semakin canggih dan cepatnya informasi yang bisa didapatkan, kita seolah semakin terikat dengan ponsel pintar dalam genggaman. Tidak lengkap rasanya jika berjauhan dengan benda mungil tersebut. Berbagai kondisi dirumuskan akibat dari fenomena ini, salah satunya doomscrolling atau penelusuran didunia maya yang sulit kita hentikan. Sebenarnya, ketika kita benar menyadari, kita sendiri akan paham dampak negatifnya. Untuk itu, kita mencoba sedikit membatasi diri, salah satunya dengan socmed detox atau berjarak sementara dari media sosial. Kabar baik setelahnya, ternyata menjaga diri begini bisa bisa mendorong pada hakikat kita sebenarnya yakni sebagai manusia sosial yang tidak terpaku hanya pada layar. 


Doomscrolling

Tidak sulit mencari pemberitaan yang bisa men-trigger kita sebenarnya, mulai dari topik politik, keuangan, hingga hiburan. Berita-berita yang memang dimanfaatkan dengan baik oleh media, mengikuti kondisi tubuh kita secara fisiologis yang lebih reaktif pada pemberitaan negatif dibanding berita netral ataupun positif. Hasilnya, engagement mereka lebih tinggi, hal yang menguntungkan secara bisnis. Tidak ada pelanggaran dalam hal tersebut, sah-sah saja, namun ini perlu kita sadari sebagai pengguna, sebagai pihak yang harusnya punya kuasa penuh atas berita yang kita akses.

Saya sendiri mengakui, ketika ada pemberitaan negatif, tentang korupsi atau gratifikasi belakangan misalnya, saya akan terus mencari pemberitaan lain yang berhubungan dengan kasus tersebut. Baik dari komentar sesama pejabat, selebritis, hingga komentar warganet atau info-info sampingan yang berhubungan dengan tokoh tersebut. Seolah tidak cukup hanya mengetahui berita intinya saja. Penelusuran inilah yang diistilahkan dengan doomscrolling. Kebiasaan yang tanpa sadar sering kita lakukan, yang jika saja kita benar-benar menyadarinya, kita akan paham bahwa ini tidak sehat dan baik bagi diri kita sendiri. 

Kita tahu bahwa berita tersebut menimbulkan kekesalan, amarah, juga kekhawatiran bahkan ketakutan, namun kita tidak bisa berhenti mencari tahu tentang hal tersebut. Dari berita keserakahan pelaku korupsi, kita merasa kesal, marah, tak habis pikir padahal sudah sangat lebih dari cukup mereka tampaknya, lalu kita khawatir bagaimana nasib kita kedepannya, hopeless ataupun frustasi pada hidup sendiri yang rasanya berjalan ditempat. Tapi jari kita terus menggulir berita tentang aliran kekayaannya, kerusakan yang ia perbuat, hingga profil pelaku tersebut lengkap dengan siapa saja keluarganya. 

Ini sebenarnya hal yang wajar untuk dilakukan, apalagi tidak ada standar yang jelas bahwa penelusuran yang kita lakukan ternyata normal untuk karena penasaran ingin mendapatkan keseluruhan ceritanya atau sudah dapat dikategorikan doomscrolling yang meningkatkan kecemasan dan tidak sehat bagi mental.  Kasus yang sama bisa memiliki efek yang berbeda bagi tiap pengguna. Hanya diri kita sendirilah yang paling tahu, apakah setelah penelusuran berita negatif tersebut kita merasakan perubahan emosi yang signifikan atau tidak. 

Melansir laman clenveland clinic, sebenarnya apa yang kita lakukan bisa dijelaskan secara ilmiah. Ketika membaca berita negatif yang membuat kita merasa tertekan, kita cenderung mencari informasi yang bisa mengkonfirmasi perasaan kita tersebut. Begitulah doomscrolling, penelusuran terus menerus itu akan mengkonfirmasi perasaan negatif yang kita rasakan. Jika kita terus melakukannya, tentu ini menjadi kebiasaan yang tanpa sadar kita lakuan, mencari ponsel kapanpun terasa lowong bahkan beberapa menit ketika kita menunggu lampu merah atau ketika ke toilet. Bukan hanya karena konsumsi berita negatif namun kebiasaan tanpa kesadaran ini bisa meningkatkan otak kita dalam putaran emosi negatif yang tidak sehat. 

Berbicara mengenai dampaknya, seperti yang tadi sudah disebutkan, mungkin kita sendiri bisa menyadari bahwa ketika sekali kita melakukannya, hal ini bisa mengubah suasana hati kita, menurunkan konsentrasi pada aktivitas apa yang seharusnya dilakukan. Lalu jika kita teruskan, akibatnya bisa pada berbagai penyakit mental. Tidak sedikit penelitian yang menyebutkan bahwa akses berita negatif dapat meningkatkan resiko penyakit mental seperti gangguan kecemasan hingga depresi serta penyakit fisik seperti tekanan darah tinggi dan penyakit jantung. 


Socmed Detox

Sederhananya, apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasi doomscrolling adalah menghentikan kebiasaan tersebut. Tidak lagi melakukan penelusuran terus menerus pada berita yang melelahkan mental kita, pada penampakan dimedia sosial yang menimbulkan reaksi negatif dari tubuh. Salah satunya dengan mencoba socmed detox atau detox media sosial, sebuah upaya untuk membatasi diri dari akses ke jejaring sosial secara sementara atau bahkan secara permanen. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan:

    - Menjauhkan ponsel dari jangkauan terutama ketika tidur malam
    - Membatasi durasi penggunaan, kelola dalam pengaturan apps yang bersangkutan
    - Membuat jadwal kapan diperbolehkan mengakses media sosial tersebut
    - Mematikan notifikasi aplikasi media sosial
    - Menghapus aplikasi media sosial bahkan memblokir situs jejaring sosial

Tidak mudah memang melakukan kelima hal diatas, terutama jika kita benar sudah terlalu terikat dan kecanduan sehingga setiap tangan kosong rasanya ingin segera meraih ponsel dan membuka aplikasi media sosial tanpa kesadaran penuh, tanpa tujuan yang jelas untuk apa atau kadang dengan tujuan yang dibuat-buat. Tapi percayalah, semua itu akan sepadan. Beratnya hanya dihari-hari awal, selanjutnya tubuh akan menyesuaikan diri lagi melakukan hal-hal lainnya. 

Jika dirunut, socmed detox ini memiliki beberapa dampak positif seperti:

- Meningkatkan kualitas tidur
- Meningkatkan mood positif
- Mengurangi kecemasan
- Menghindari depresi

Keempat hal diatas sudah dibuktikan secara ilmiah sejak beberapa tahun lalu dalam berbagai penelitian. Disebutkan juga bahwa waktu yang paling sering kita gunakan untuk scrolling yakni sebelum tidur adalah waktu terburuk untuk melakukannya. Ini bisa mengacaukan aktivitas otak yang ujungnya menurunkan kualitas tidur lalu menurunkan juga kebugaran kita saat terbangun di pagi hari hingga akhirnya menurunkan kualitas hari selanjutnya yang kita jalani. Belum lagi jika hal-hal yang kita lihat justru yang menimbulkan emosi negatif, efeknya bisa overthinking, sulit tidur, atau justru masuk menuju alam bawah sadar kita.     

Bagi saya sendiri, yang sangat jelas terasa adalah damainya pikiran. Ada kelegaan seolah pikiran akhirnya memliliki ruang kosong tanpa dipenuhi oleh kebisingan terus menerus. Pikiran saya sendiri seolah bergerak lebih tenang, bukan lagi dalam ritme yang panik dan terburu-buru. Saya jadi bisa melakukan hal lain dengan lebih berkesadaran, secara utuh hadir tanpa memusingkan hal-hal lainnya, tanpa gejala ingin segera memegang ponsel untuk berselancar dimedia sosial. Rasanya sungguh menenangkan. Menghilangkan aktivitas tubuh pasif dengan scrolling juga membantu tubuh kita jadi kembali pada hakikat sesungguhnya yakni aktif bergerak. Kita lebih menikmati olahraga, membaca buku, atau diam saja menikmati apa yang terjadi disaat itu, menjadi hadir seutuhnya, memenuhi apa yang sesungguhnya diri kita ini butuhkan.



Setelah itu, bisa saja kita kembali pada kebiasaan lama. Awalnya mulai membuka aplikasi jejaring ssial untuk tahu kabar kerabat, lama kelamaan jadi membukanya lagi tanpa kesadaran penuh. Maka, setelah socmed detox dan merasakan manfaatnya, kita tetap perlu mengelola akses pada media sosial ini agar penggunaannya benar-benar baik sesuai dengan tujuan. Ada beberapa kiat yang bisa kita mulai agar akses kita pada media sosial menjadi lebih sehat. 

  • Memahami
Pahami bahwa sesungguhnya ketika kita mengakses media sosial, bukan hanya kita memberi jalan bagi diri sendiri untuk mengetahui dunia tapi juga membuka pintu bagi dunia untuk memasuki diri kita. Apa yang tersedia disana, bsa mempengaruhi kita baik sedikit ataupun sepenuhnya, apa yang kita konsumsi di media sosial tersebut bisa mengubah apa yang ada didalam diri kita. 

  • Menyadari
Menjadikan aktivitas scrolling sebagai aktivitas yang kita lakukan dengan kesadaran penuh bukan aktivitas yang mindless atau autopilot. Tahu apa tujuannya, niatkan sejak awal membuka media sosial untuk apa sehingga kita tidak tenggelam saat berselancar disana. Lalu sudahi ketika maksud awalnya sudah terpenuhi. 

  • Atur Jadwal
Tentukan prioritas apa yang perlukita lakukan yang lebih penting daripada sekedar mengetahui kabar kerabat atau melihat apa yang dilakukan orang lain. Lakukan yang lebih penting terlebih dahulu. Lalu, tentukan kapan waktu terbaik bagi kita untuk mengakses media sosial (hindari sebelum waktu tidur) dan berapa lama durasinya. Atur dan disiplin mematuhinya. 

Media sosial diciptakan dengan niat baik agar memudahkan kita terhubung dengan orang lain, sayangnya ia juga diciptakan agar kita bisa terus menerus berada di sana. Maka, kebijakan kita sebagai penggunalah yang menentukan, dimana batas kita bisa mengaksesnya. Apakah penggunaannya sampai menurunkan kualitas kesehatan kita atau tidak. Apakah penggunannya menurunkan kualitas hubungan nyata dengan orang yang benar-benar ada disekitar kita atau tidak. Kita yang berkuasa penuh atas itu.



Salam, Nasha

0 Comentarios

Mau nanya atau sharing, bisa disini!