Ajarkan Anak Penghargaan Diri Sejak Dini Agar Tidak Terlibat dalam Perilaku Bully

Kasus bullying seolah terus bergulir tanpa akhir. Bukan hanya baru-baru ini, tapi terjadi sudah sejak dulu seakan menjadi hal turun temurun yang sulit dihapuskan. Bahkan tidak hanya pada anak-anak namun juga pada orang dewasa yang perkembangan otak dan emosinya, harusnya sudah sempurna. Sebagai orang tua wajar jika kita khawatir akan hal ini. Merasa waspada, jangan sampai anak kita terlibat dalam perilaku tersebut, jangan menjadi pelaku juga jangan sampai menjadi korban. Tidak ada yang lebih baik diantara keduanya. Meskipun masih tergolong belia, anak-anak bisa kita ajarkan sejak kini agar kedepannya bisa terhindar dari keterlibatan pada perilaku bully ini.  


Bullying pada Anak

Kita mungkin lebih mengenal istilah bullying daripada perundungan, namun keduanya memiliki arti yang sama. Kondisi yang terjadi dalam pertikaian antara pihak-pihak tidak setara, dimana salah satu pihak lebih kuat dibanding yang lainnya. Kekuatan ini bisa diperhitungkan dari banyak aspek seperti jumlah orangnya, ukuran tubuhnya, selisih usia, kekuatan fisiknya, ataupun kondisi mentalnya. Perundungan bisa terjadi ketika pihak pertama mampu mendominasi pihak kedua dengan kelebihan yang ia miliki, sehingga perilaku perundungan ini biasanya tidak hanya sekali dua kali tapi juga terus menerus. Ini hal mendasar yang perlu kita pahami, bahwa perundungan terjadi karena ada selisih kekuatan antara kedua belah pihak, ketika kedua belah pihak memang merasa tidak setara. 

Berdasarkan penjabaran itu, seorang pelaku perundungan cenderung adalah mereka yang terbiasa melihat orang yang berbeda dengan lebih rendah, merasa berhak untuk mendominasi karena merasa lebih tinggi, merasa berhak atas yang lainnya. Sedangkan korban perundungan cenderung adalah mereka yang memiliki kepercayaan diri rendah, memang merasa berbeda atau lebih lemah, hingga tidak merasa cukup berharga. Anak-anak yang terlibat dalam lingkaran ini biasanya mereka yang juga memiliki masalah sebelumnya, bisa kita awali dari pola pengasuhan yang kurang tepat seperti ayah ibu yang bertengkar dengan kasar didepan anak, lingkungan tumbuh anak yang menormalisasi bullying, hingga anak yang sering menyaksikan video kekerasan.

Pada anak-anak, bullying bisa berupa perundungan fisik seperti mendorong, mencubit, memukul, menendang; perundungan verbal dengan kata-kata yang mengejek, merendahkan,  mengancam; serta perundungan sosial seperti mengucilkan atau mendiamkan bersama-sama. Semua hal itu bukan tidak mungkin terjadi pada anak-anak usia dini. Meski data menunjukkan angka tertinggi perilaku bully ada pada anak rentang usia sepuluh hingga dua belas tahun, namun faktanya perundungan bisa terjadi pada anak sejak usia mereka tiga tahun, ketika anak mulai berinteraksi dalam kelompok sosial. 

Bisa jadi dalam kelompok pra sekolah tersebut, seorang anak yang merasa lebih berkuasa bertemu dengan anak lain yang tumbuh rendah diri. Anak yang berkuasa ini biasa mendapatkan apa yang ia inginkan, tidak peduli jika itu milik anak lain, tidak peduli jika itu didapatkan dengan cara menghasut ataupun mengancam. Bisa jadi anak dengan latar belakang berbeda tersebut terbiasa tidak mampu bersuara, terbiasa melihat orang tuanya berjalan menunduk, hingga ia pun rentan menjadi sosok serupa. Dari sanalah kasus perundungan bisa bermula, lalu terus meningkat semakin intens seiring dengan pertumbuhan anak hingga remaja. Jika dari usia sedini itu perundungan sudah dimulai, tentu tidak ada lagi pihak yang lebih bertanggung jawab daripada orang tua.


Menciptakan Kebiasaan Anti Bullying dari Rumah

Kita tentu sepakat bahwa perundungan adalah tindakan yang tidak bisa dibenarkan dari segi apapun, baik itu sebagai pelaku ataupun korban. Dampaknya bisa jangka panjang terbawa hingga anak-anak dewasa, mulai dari sakitnya fisik mereka, terganggunya kesehatan mental mereka, hingga pada bagaimana mereka menjalani hidup dan menjadi manusia seperti apa mereka nantinya. Maka sebagai orang tua sudah menjadi tugas kita untuk mengantisipasinya dari rumah, mengindarkan anak dari bahaya bullying ini. 

  • Connection Before Correction

Sebagai dasar dari segala pola pengasuhan, sangat penting untuk kita membangun ikatan dengan anak. Sebelum mengoreksi apa yang mereka lakukan, sebelum menasihati, pastikan kita adalah sosok yang hadir bagi mereka, sehingga anak-anak pun percaya pada orang tuanya. Hubungan baik antara anak dan orang tua akan membuat anak merasa bahwa ia memiliki tempat aman untuk menuangkan segala permasalahan dan perasaannya.

  • Tekankan Bahwa Anak Berharga
Anak harus tahu bahwa kehadirannya begitu berharga, dimana penghargaan ini harus dimulai dari lingkungan pertamanya yakni di rumah. Setiap hari ucapkan kata sayang, tunjukkan gestur bahagia, bangga, bersyukur atas kehadirannya. Cukup dengan kehadirannya saja bukan pada apa yang ia lakukan. Sebagai orang tua, kitalah yang menayangi mereka terlepas dari apa yang mereka lakukan, kan? Anak yang merasa berharga akan melihat dirinya sendiri pantas diperlakukan dengan baik.
  • Ajarkan Bahwa Setiap Kita Setara
Meski setiap anak itu berbeda, namun semua anak itu setara sebagai makhluk ciptaan Tuhan, tidak peduli bentuk fisiknya, latar belakang keluarganya, pakaian atau mainan yang ia miliki. Namun, sebelum mengajarkan anak, kita sendiri perlu benar-benar meyakini hal tersebut dan mencerminkannya. Membiasakan anak agar melihat siapa saja dengan sama, ia bisa berteman dengan siapa saja, tidak merasa lebih tinggi ataupun lebih rendah daripada teman lainnya.  
  • Pupuk Kepercayaan Diri Anak
Dari kalimat dan gestur berharga yang kita tunjukkan setiap hari, kita bisa melatih mereka untuk tampil percaya diri. Dengan penampilan yang rapi sesuai dengan kondisi, dengan bahasa tubuh yang percaya diri seperti badan tegap, kepala tegak, berbicara dengan menatap mata orang dan pelafalan yang jelas, juga tersenyum. Dalam keseharian juga, kita perlu mengapresiasi apa yang mereka sudah lakukan yang menyorot prosesnya bukan hasil, lalu dorong anak untuk mencoba hal-hal baru, dan normalisasi ketidak sempurnaan, kadang-kadang kita salah atau tidak bisa, namun itu tidak apa-apa.

  • Batasan Diri
Anak juga perlu diajarkan tentang batasan diri. Mulai dari tubuhnya sendiri, pada area yang boleh disentuh dan yang tidak boleh. Pada perlakuan yang bisa diterima dan yang tidak. Dengan ini kita juga perlu membiasakan untuk tidak meremehkan apapun yang anak pikirkan ataupun rasakan. Jangan sampai ketika mereka sedih lalu kita tanggapi dengan gurauan, jangan sampai ketika mereka merasa kesal dan marah kita balas dengan kan cuma bercanda, jangan sampai ketika mereka mengungkapkan ketidak sukaan kita malah melabeli mereka. Anak tidak perlu mengubah siapa dirinya juga apa yang ia rasakan agar bisa diterima. Wajar dalam suatu kelompok ada yang menyukainya, ada pula yang tidak menyukainya. Ia boleh meninggalkan mereka yang tidak bisa menghargai dirinya ataupun batasan yang ia tentukan. Anak juga tidak apa merasa terganggu dengan candaan yang orang ciptakan. Bercanda itu harusnya menyenangkan bagi kedua belah pihak, bukan hanya salah satu. 
  • Jadilah Teladan
Apa yang anak lakukan sebenarnya adalah cermin dari apa yang mereka saksikan. Ketika anak berlaku kasar, maka sepantasnya kita merefleksikan bagaimana perilaku yang biasa ada di sekitar mereka. Untuk menghindari periaku perundungan, kita juga tidak boleh merundung orang lain. Tidak merendahkan, tidak mengintimidasi, juga tidak berkata ataupun berlaku kasar pada orang lain.

  • Keterampilan Sosial Dasar
Keterampila ini bisa kita ajarkan jauh sebelum anak keluar dari lingkaran rumahnya. Kita bisa memulainya dari interaksi kita pada anak atau anak dengan saudaranya. Bagaimana pbertemu orang baru, apa yang perlu anak lakukan, apa yang tidak boleh ia lakukan, serta apa saja adab dan norma kesopanan yang harus ia pegang.  Jangan lupa, biasakan anak untuk bisa berempati dengan apa yang orang lain rasakan, karena biasanya pelaku perundungan tidak memiliki empati pada orang lain. Hal ini bisa kita lakukan dengan memvalidasi perasaan anak, mengajarkan mereka tentang berbagai emosi tersebut juga cara menghadapinya, hingga mengajak mereka untuk membantu atau bekerja sama dalam pekerjaan rumah. 

  • Kerja sama dengan Pihak Sekolah

Ketika anak benar-benar kita ajak keluar dari rumah, memiliki rutinitas harian dalam kelompok sosial tertentu, maka penting untuk kita memastikan bahwa lingkungan baru tersebut memiliki persepsi yang sama tentang perundungan. Bagaimana sekolah memandang dan menyikapi bullying, apa yang guru lakukan ketika ada anak yang merundung anak lainnya, pendekatan seperti apa yang dilakukan, apa yang sekolah upayakan untuk mencegah hal tersebut,apa yang sekolah lakukan ketika ada anak yang mengadu telah diganggu atau dirundung oleh temannya. Bicarakan dengan sekolah tentang kemungkinan-kemungkinan tersebut. Bahwa sekolah atau guru harusnya bisa menjadi tempat bagi anak untuk mengadu, bahwa kita perlu bekerja sama menciptakan lingkungan dimana anak tidak dibiasakan untuk membalas dendam, ia perlu membela diri dengan menghentikan perilaku tidak menyenangkan namun tidak membalas perilaku serupa. Maka ketika keadaan sudah diluar kendalinya, ada orang-orang dewasa yang akan menanganinya. 


Bullying memang adalah hal yang kompleks, mengingat kejadiannya bisa ada dimana saja dan melibatkan siapa saja. Tetapi kita bisa menekan angkanya, mencegah kejadiannya, dari apa yanng kita ajarkan di rumah. Apa yang kita usahakan sekarang, mudah-mudahan benar menjadi bekal bagi mereka nantinya. apa yang kita persiapkan dari rumah mudah-mudahan cukup bagi mereka bawa hingga keluar. 



Salam, Nasha

0 Comentarios

Mau nanya atau sharing, bisa disini!