Tantangan Kehidupan Remaja Masa Kini, dari Polusi hingga Teknologi

Berbagai kasus yang melibatkan remaja terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. BPS juga UNICEF menyimpulkan hal serupa bahwa angka kenakalan remaja terus bertambah seiring dengan semakin rumitnya persoalan yang mereka hadapi dalam kehidupan menuju dewasa tersebut. Bahkan krisis iklim juga mempengaruhi, ditambah dengan perkembangan teknologi dan globalisasi turut menambah deretan tantangan yang remaja hadapi, menambah panjang daftar bekal yang harus disiapkan orang tua bukan ketika anak remaja tapi juga jauh sebelumnya. 

 


Berbagai Tantangan Kehidupan Remaja

Sebagai orang tua, perkembangan anak menjadi perhatian yang tak bisa diabaikan. Perubahan kondisi terkini ditambah dengan perkembangan ilmu pengetahuan mendorong kita untuk menjadi orang tua yang tak boleh ketinggalan zaman. Dengan cepatnya arus informasi belakangan, anak juga semakin mudah terpapar hal-hal yang mungkin belum sesuai dengan kapasitas mereka, maka tugas kitalah untuk menyaring hal tersebut agar sesuai dengan perkembangan mereka. 

Jika kita coba mengingat kembali masa ketika remaja dulu, sekitar usia 13-17 tahun, ada banyak kesulitan yang kita hadapi, yang kini mungkin rasanya sangat sepele. Ini hanya berartu satu hal, bahwa kesulitan kita memang berubah seiring dengan pertambahan usia. Artinya, kesulitan yang anak rasakan ketika remaja nanti, tantangan yang mereka hadapi, bisa jadi akan terlihat sederhana dimata kita, namun tidak berarti kita bisa mengabaikan apa yang mereka rasakan. Mereka sungguh-sungguh kesulitan, sedang berjuang, kesal, hingga frustasi terhadap sesuatu. Sama dengan yang dulu pernah kita rasakan, jadi jangan sampai kita abaikan perasaan mereka. Terus dampingi, gunakan kacamata yang sama dengan mereka. Kesulitan itu akan tetap ada, namun setidaknya ada kita yang mendukung mereka.

Mungkin akan lebih mudah bagi kita mengerti mereka, jika kita memahami perkembangan mendasar yang dialami remaja. Sejak usia tiga belas tahun, anak pada umumnya akan mulai mendefinisikan identitas diri dan hidup mereka masing-masing. Apa yang ingin mereka perjuangankan, nilai apa yang mereka bawa, dan apa tujuan yang mereka ingin raih. Dari sini mereka akan mulai memilah kelompok mana yang paling sesuai dengan definisi mereka sendiri. Disamping itu, remaja juga sedang beradaptasi dengan perubahan fisik yang terjadi bersamaan dengan tuntutan mereka untuk lebih mandiri. Dengan benar-benar memahami apa yang anak remaja lalui, akan semakin mudha pula bagi kita untuk benar-benar membersamai proses mereka. 


Jika kita rinci, tantangan kehidupan remaja tersebut antara lain adalah:

  • Akademis
Meski data BPS menunjukkan tidak semua remaja Indonesia bersekolah jenjang Sekolah Menengah, namun masalah akademis menjadi salah satu persoalan yang dihadapi remaja. Karena sebagian besar waktu yang mereka habiskan adalah di sekolah, lengkap dengan tuntutan agar berasil atau setidaknya tidak membuat masalah. Padahal tidak semua anak harus berprestsi dibidang akademis. Ini menjadi tantangan yang lebih berat bagi mereka yang memiliki minat dan bakat non akademis tapi tidak mendapat dukungan malah tetap dipaksa berprestasi akademis.

  • Penampilan

Inilah masa dimana anak-anak mulai mempehatikan penampilan, saat ini pula perubahan fisik dan hormon mereka terjadi, mengakibatkan mereka mulai tertarik dengan lawan jenis. Bentuk tubuh anak sudah mulai terbentuk yang berdampak pada tingkat kepercayaan diri anak dan perilaku mereka terhadapnya. Entah akan tumbuh menjadi pribadi yang rendah diri ataupun gangguan makan seperti anoreksia, resiko itu rentan terjadi pada masa-masa ini. 
  • Tuntutan
Setiap kita sebenarnya memiliki tuntutan masing-masing pada diri sendiri, entah orang lain ketahui atau tidak. Namun yang banyak terjadi, remaja diberi tuntutan dari orang sekitar, kadang tanpa memahami terlebih dahulu kondisi remaja itu sendiri. Baik itu tuntutan akademis, tuntutan prestasi, atau tuntutan untuk bertanggung jawab pada peran lainnya. Resikonya remaja bisa tertekan, stres, depresi, yang bisa mendorong pada perilaku tidak baik. 
  • Hubungan
Mulai dari hubungan dengan orang tua, keluarga, sahabat, hingga asmara; semua bisa menjadi tantangan sulit yang dihadapi para remaja. Kurang akrabnya anak dengan orang tua, tidak hangatnya hubungan yang terjadi didalam rumah, perundungan yang terjadi diantara teman-teman sekolah, serta kesulitan mendapatkan seseorang yang bisa benar-benar dipercaya, menempatkan remaja dalam posisi yang rentan untuk terlibat dalam apa yang disebut sebagai kenakalan remaja. Mereka bisa menjadi korban, bisa menjadi pelaku, bisa pula menjadi keduanya. 
  • Gadget

Ini tantangan baru yang kini banyak menjadi perhatian. Anak memang perlu gadget, baik itu untuk mendukung aktivitasnya juga untuk interaksinya, namun jangan sampai kelewatan. Anak harus memiliki batasan kuat dalam mengelola diri memanfaatkan teknologi. Kecanduan gadget beresiko anak yang menyia-nyiakan waktu, mengurangi aktivitas fisik dan interaksi sosial anak, bahkan membuat mereka mengabaikan tanggung jawab yang dimiliki.

  • Kualitas Kesehatan
Studi terbaru menunjukkan hasil yang cukup mengejutkan, berupa polusi yang mempengaruhi siklus menstruasi pada anak perempuan. Rata-rata menstruasi pertama kini terjadi pada usia 11,9 tahun, ini jauh lebih cepat dibanding generasi sebelumnya. Udara dengan tingkat polutan yang tinggi terbukti memicu menstruasi dini, yang seterusnya bisa mempengaruhi kualitas kesehatan tubuh anak itu sendiri kedepannya. Selain itu, studi lain menunjukkan tingginya tingkat polutan berbanding lurus dengan tingkat nyeri haid yang juga lebih parah. 
  • Kenakalan Remaja

Pada belasan ribu kasus yang tercatat BPS ditahun lalu, ada perilaku kecanduan rokok, alkohol, hingga narkotika, kekerasan, dan seks bebas yang dilakukan oleh remaja. Ini angka  yang memprihatinkan karena tidak sepatutnya mereka, yang masih tergolong anak-anak terlibat dalam kasus-kasus tersebut. Secara biologis, pertumbuhan otak remaja masih belum sempurna, perkembangan struktur tubuh mereka belum matang, namun sudah bisa berbuat jauh diluar yang kita perkirakan. Tidak sulit menemukan kasus kriminal yang melibatkan remaja, hal-hal yang kadang diluar logika bisa dilakukan oleh seseorang apalagi remaja. 


Semakin hari rasanya semakin ngeri menyaksikan apa yang terjadi. Saat kita dulu masih anak-anak atau setidaknya bertahun-tahun kebelakang, rasanya berita-berita tidak sampai senegatif ini. Pelaku kejahatan memiliki karakteristik tertentu yang bisa ditelusuri latar belakang atau penyebabnya. Sedangkan kini, semua seolah terjadi dengan cepat dan serta merta. Tiba-tiba ada banyak remaja yang terlibat perundungan dengan kekerasan yang sudah jauh meningkat, bahkan dilindungi oleh fasilitas jabatan orang tua. Angka seks bebas yang membuat kita tak habis pikir, tiba-tiba seorang pelajar yang sudah menggendong balita, kadang ada yang tanpa malu mengadakan pesta. Serta kecanduang-kecanduan hal negatif yang tak ada habisnya. Tidak berhenti disitu, kekhawatiran kita juga berhubungan dengan kualitas hidup mereka, dari nutrisi yang mereka konsumsi kini bahkan dari udara yang mereka hirup hari ini. Tingkat polusi dan pengolahan makanan yang semakin tidak karuan, menambah deretan kekhawatiran kita akan masa depan anak. 

Meski belum memiliki anak remaja, saya tidak menampik bahwa ada kalanya membaca berita lalu merasa ngeri sendiri membayangkan dunia seperti apa yang akan anak-anak ini tinggali nanti. Krisis iklim semakin nyata dampaknya, kualitas kehidupan yang bukannya semakin meningkat malah semakin menurun, tingkat persaingan yang bertambah ketat, ditambah dengan perilaku-perilaku aneh yang dipertontonkan. Kekhawatiran tersebut memang diperlukan agar kita bisa lebih bersiap. Mengusahakan apa yang kita bisa sekaligus menyerahkan pada Yang Maha Berkuasa. Karena hanya dengan izin dan pertolonganNya kita bisa menjaga jauh dari sebelum anak-anak ini beranjak remaja. 


Apa yang Perlu Kita Persiapkan

Tidak bisa dikatakan berlebihan jika anak yang balita kini sudah dipersiapkan berdasar kekhawatiran akan masa remajanya kelak. Bahkan kita tidak hanya mempersiapkan remajanya saja namun hingga ketika mereka dewasa, bisa mandiri dan bertanggung jawab penuh dengan hidup mereka sendiri. Bekal terbaik apa yang bisa kita beri sehingga kebutuhan mereka tetap terpenuhi dan mereka bisa terlindungi dari hal-hal tidak sesuai yang ada diluar mereka nanti. 

Apa yang kita perlu siapkan hari ini harus mengacu pada pribadi seperti apa yang kita harapkan tercipta ketika mereka besar nanti. Pengasuhan kita sangat besar dipengaruhi oleh hal tersebut. Itulah yang kita latih mulai hari ini.

Sudah banyak yang menyadari bahwa untuk bisa berhasil dikemudian hari, tidak bisa hanya mengandalkan hard skill atau keterampilan teknis, tapi juga butuh soft skill atau kemampuan yang berhubungan dengan kepribadian. Jika hard skill banyak diperolah melalui pendidikan formal seperti kemampuan berhitung, analisis data, hingga pengetahuan umum dan teknik menyelesaikan sesuatu, maka soft skill banyak diperoleh dari latihan terus menerus. Keterampilan itu seperti public speaking, leadership, komunikasi, kerja sama, manajemen waktu, dsb. Seiring dengan makin banyaknya yang menyadari pentingnya soft skill ini semakin banyak pula aktivitas yang memicu kemampuan ini. Seperti sekolah-sekolah yang mendorong murid-murid untuk lebih banyak tampil, proses belajar  yang menuntut kerja sama, kemampuan kepemimpin, organisasi, serta manajemen waktu, hingga berbagai pelatihan untuk tampil percaya diri. Tinggal kita pilih mana yang paling sesuai dengan yang kita butuhkan.

Namun dibalik semua itu, pelatihan dan membangun kebiasaan sesungguhnya perlu dimulai dari lingkungan terkecil anak, yaitu di rumah. Bagaimana kita menciptakan rumh sebagai sarana belajar anak agar ia tumbuh menjadi pribadi dengan karakteristik yang kita harapkan. Untuk bisa bertahan dimasa depan, menurut saya, anak-anak perlu memiliki mental yang tangguh, tidak mudah menyerah, bertanggung jawab, juga sangat mau belajar. Semua itu harus dibungkus dalam kesadaran mereka bahwa mereka hanyalah seorang makhluk, yang diciptakan oleh Sang Pemiliki Kehidupan untuk memenuhi tujuan kehadiran di dunia ini. 

Membiasakannya dalam hari-hari sebenarnya dalam aktivitas yang terlihat sederhana. Mulai dari bangun tidur membaca doa dan mengucapkan terima kasih atas kehidupan hari ini kepada Sang Pencipta. Lalu dilanjutkan dengan membereskan tempat tidur sendiri sebagai bentuk tanggung jawab anak. Aktivitas rutin seperti sholat, mandi, hingga sarapan bisa dikerjakan secara mandiri oleh anak dimulai sekitar usia lima tahun, dalam bentuk ajakan bukan paksaan. 

Selanjutnya, kebiasaan itu bisa diteruskan selama waktu-waktu kita membersamai mereka. Salah satu kunci yang harus selalu kita ingat adalah bahwa kita adalah teladan, yang tingkah lakunya akan ditiru oleh anak-anak. Sedangkan, mereka adalah seseorang yang perkembangannya belum sempurna, yang emosinya belum stabil, sehingga meman butuh kesabaran seluas samudera dalam menghadapinya. Biarkan anak menghadapi emosinya sendiri, biarkan mereka merasa sedih, merasa kesal, juga merasa frustasi saat melakukan aktivitasnya. Dampingi saat mereka marah ketika tidak mendapatkan yang diinginkan, saat merasa sedih kehilangan hewan peliharaan, atau frustasi saat tidak kunjung menyelesaikan puzzle yang dimainkan. Selama ekspresinya tidak berbahaya, tidak menyakiti dan merusak, biarkan saja. Entah akan menangis di pusat perbelanjaan atau berteriak di dalam kamar, beri mereka ruang dan waktu untuk mengekspresikan. Waktu-waktu itu adalah masa yang berharga bagi anak untuk belajar, untuk membentuk pribadi seperti apa mereka kelak. 

Kadang ada saja perasaan tidak tega muncul, atau dorongan untuk memudahkan saja hidup mereka, namun ingat kembali tujuan pengasuhan kita, menumbuhkan kebiasaan. Beri mereka waktu untuk mencoba, lagi dan lagi, biarkan mereka menghadapi frustasi itu, lalu mencoba lagi. Harapannya agar hari-hari yang seperti itu akan membentuk mental yang tangguh dan pantang menyerah mereka kelak. Biarkan mereka mencoba mengatasi kesulitannya sendiri, beri mereka kesempatan mencoba meski hasilnya tidak sempurna, meski nanti kita bantu juga, setidaknya biarkan mereka berusaha. Biarkan juga mereka membereskan apa yang mereka kerjakan, biasakan anak yang menanggung konsekuensi dari perbuatan mereka. Setelah main dibereskan, menumpahkan air maka dilap, setelah makan taruh piring di belakang atau cuci sekalian, sampah buang langsung di keranjang sampah, dst. Harapannya agar mereka tumbuh menjadi pribadi yang bertanggung jawab pada peran-peran yang mereka emban. 

Terakhir, kita perlu menyadari bahwa bukanlah kita yang sebenarnya menjaga anak-anak ini, namun Tuhan yang upayanya mereka lakukan sendiri. Jadi tumbuhkan pemahaman tauhid sedari dini, bahkan dari bayi tentang kita yang hanyalah makhluk ciptaan, tentang Allah yang berkuasa atas segalanya, tentang perintah dan larangan dariNya, tentang pemenuhan takdir setiap kita. Lalu, bekali mereka dengan kebiasaan-kebiasaan baik yang mudah-mudahan akan terus terbawa hingga mereka remaja bahkan dewasa kelak. aamiin.



Salam, Nasha

0 Comentarios

Mau nanya atau sharing, bisa disini!