Mengelola Screen Time, Membangun Hubungan Baik antara Anak dan Gadget

Isu tentang anak dan bagaimana mengurusnya seiring dengan perkembangan zaman, tidak akan pernah habis diperbincangkan. Berbagai upaya dikerahkan agar anak-anak bisa tumbuh menjadi generasi yang membawa kemajuan pada peradaban. Seluruh elemen paham akan pentingnya hal ini. Namun dalam praktiknya, kita dihadapkan pada tantangan yang tak habis-habis. Dalam dunia digital kini, persoalan utamanya adalah bagaimana kita bisa melindungi anak, menerapkan pengasuhan cermat, sekaligus bisa memanfaatkan teknologi dengan tepat. Salah satunya adalah dengan mengelola screen time agar penggunaannya bisa berdampak positif pada perkembangan anak.



Pengasuhan Anak Dulu vs Kini

Banyak dari kita yang sebenarnya sudah memahami bahwa merawat anak sama dengan merawat masa depan, mengasuh mereka serupa dengan mengasuh generasi. Karena apa yang kita lakukan kini akan berpengaruh pada kehidupan mereka nantinya. Namun, hari hari yang kita lalui bersama anak, entah kita berperan sebagai orang tua atau bukan, kita seringnya tidak benar-benar paham apa yang seharusnya kita lakukan.

Perhatian pada anak mulai digalakkan sejak setengah abad yang lalu dengan disahkannya peraturan perundangan yang mengutakan kesejahteraan anak hingga ditetapkannya hari anak secara nasional setiap tanggal 23 Juli. Sebelumnya, juga suah diungkapkan dalam UUD bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta perlindungan atas diskriminasi dan kekerasan.

Tahun ini, peringatan hari anak dicanangkan dengan tema "Anak Terlindungi, Indonesia Maju" yang dibagi menjadi enam sub tema antara lain Anak Cerdas, Berinternet Sehat - Suara Anak Membangun Bangsa - Pancasila di Hati Anak Indonesia - Dare to Lead and Speak Up: Anak Pelopor dan Pelapor - Pengasuhan Layak untuk Anak: Digital Parenting Anak - Merdeka dari Kekerasan, Perkawinan Anak, Pekerja. Tema ini sebenarnya sudah cukup mewakili apa yang perlu menjadi perhatian bagi anak-anak Indonesia saat ini.

Jika kita bandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, temanya terus berubah dan berkembang. Misalkan pada 2015, Wujudkan Lingkungan dan Keluarga Ramah Anak atau pada 2019 diangkat tema Pentingnya Kualitas Keluarga dalam Perlindungan Anak. Kedua tema ini hampir sejalan untuk memenuhi kebutuhan dan hak anak serta menciptakan lingkungan yang aman bagi mereka bertumbuh. Pada tahun ini, meski memiliki tema yang sama sejak tahun 2020, subtema yang dijabarkan memiliki perbedaan. Jika tahun-tahun sebelumnya lebih fokus pada perlindungan anak terhadap kekerasan juga diskriminasi, tahun ini perlindungan anak juga difokuskan pada kejahatan digital karena penggunaan internet. Bukan hanya dalam lingkup media sosial, tapi lebih luas lagi. 

Sebagai warga negara, harapan kita jelas, agar momentum ini bukan hanya sekedar simbolisme namun juga dipraktikkan dengan sungguh-sungguh sepanjang waktu. Bersama-sama melindungi anak Indonesia. 

Tantangan yang kita hadapi, seperti tersirat pada tema dan sub tema Hari Anak Nasional tersebut, berbeda dari tahun ke tahun, apalagi jika dibandingkan dengan dekade sebelumnya. Apa yang kita khawatirkan jelas berbeda dengan apa yang orang tua kita dahulu. Bukan lagi kekerasan fisik, tapi juga mental. Bukan hanya penindasan raga tapi juga jiwa dan pikiran. Bukan lagi penyakit yang disebabkan oleh virus atau kebersihan lingkungan, namun juga penaykit karena gaya hidup yang serba instant. Sebagai orang tua, kita dituntut untuk terus berproses dan mempelajari apa yang terjadi kini dan bagaimana hubungannya dengan perkembangan anak-anak ini. Salah satu yang paling mengusik saat ini adalah bagaimana memanfaatkan teknologi, bagaimana mengelola screen time pada anak sehingga apa yang mereka dapatkan bisa sejalan dengan nilai kebaikan yang ingin kita tanamkan. Bagaimana memitigasi resiko sehingga anak tidak perlu mendapat dampak buruknya. 


Dunia Digital Anak

Perlu kita pahami bahwa anak-anak dulu dengan sekarang sebenarnya tidak mengalami banyak perubahan. Mereka tumbuh dengan alur yang sama, mereka berkembang sesuai dengan apa yang kita contohkan, mereka memiliki kebutuhan yang juga hampir sama. Apa yang berbeda adalah keadaan yang mereka hadapi. 

Dulu anak-anak makan masakan rumahan dengan cemilan buah yang dipetik langsung dari pohon di sekitar rumah. Kini, kemajuan teknologi memungkinkan kita untuk menyimpan berbagai jenis makanan dalam waktu yang lama. Anak-anak tidak perlu lagi menungu lama atau berjalan jauh untuk menikmati sesuatu, mereka tinggal membuka lemari pendingin atau membuka bungkus kemasan. Makanan lezat sudah langsung tersaji. Apa yang mereka makan berbeda, sehingga mereka menjadi anak yang berbeda pula. Anak-anak sekarang menjadi lebih rentan terkena penyakit akibat perubahan pola makanan, mereka juga menjadi lebih tidak sabar dengan sesuatu yang memerlukan proses panjang. 

Dulu anak-anak makan lesehan di lantai kadang sembari bercanda dengan orang tua atau kakak adik, sekarang anak-anak makan dengan menatap layar. Semakin lama, pemandangan tidak sepatutnya ini semakin mudah kita temukan. Untuk memudahkan anak makan, untuk mengalihkan perhatian mereka, untuk memudahkan kita, anak diberi fokus lain berupa layar yang mereka saksikan. Akhirnya anak-anak tumbuh dengan keterlambatan perkembangan salah satunya speech delay, mereka juga cenderung memiliki rentang fokus yang pendek bahkan sulit berkonsentrasi. Kedepannya, mereka semakin sulit untuk hidup dengan berkesadaran. 

Bila kita coba rangkum, beberapa dampak buruk yang sering muncul sebagai akibat  dari tidak terpatnya pengelolaan screen time pada anak antara lain:

  • Gangguan perkembangan fisik, akibat anak lebih memilih duduk pasif menyaksikan layar daripada bergerak aktif yang memang dibutuhkan untuk perkembangan motoriknya
  • Terhambatnya perkembangan sosial emosional yang harusnya didapatkan anak dari berinteraksi langsung dengan orang lain, anak juga tidak terlatih belajar adab dan sopan santun. Anak menjadi kurang bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan kurang mandiri. 
  • Terganggunya kemampuan kognitif anak salah satunya kemampuan mereka untuk berbicara, karena hanya pasif mendengarkan saja bukan komunikasi langsung dua arah. Mereka yanng terbiasa melihat tontonan dilayar juga cenderung memiliki rentang fokus yang pendek sehingga beresiko kesulitan beradaptasi di sekolah nantinya.
  • Gangguan mental juga dikaitkan dengan penggunaan gadget yang tidak tepat, karena anak tidak belajar banyak hal tentang emosinya. Ia biasa dilihkan, kurang kesempatan untuk bisa berempati pada orang lain sehingga bisa memiliki temperamen yang buruk, regulasi emosi yang rendah. 

Dibalik semua dampak negatif itu, penggunaan gadget tidak bisa sepenuhnya kita hilangkan dari kehidupan anak-anak sekarang. Mereka menyaksikan orang dewasa disekitar menggunakannya, mereka melihat kita berkomunikasi dengan gadget tersebut, mereka melihat masyarakat yang sudah semakin asik dengan gadget ditangan masing-masing. Lagipula, mereka membutuhkannya untuk aktivitas sekolah. Banyak laman juga aplikasi yang dapat dimanfaatkan untuk percepatan proses mereka belajar. Banyak pembelajaran interaktif yang bisa mereka akses dengan menggunakan gadget.

Nah, cara terbaik yang bisa kita lakukan kini bukanlah dengan melarang screen time sama sekali pada anak, namun dengan mengelola screen time paling tepat pada anak. 

Kiat Mengelola Screen Time Anak

Penggunaan gadget yang disarankan oleh berbagai perhimpunan dokter anak adalah setelah dua tahun. Di usia ini, anak dianggap sudah memiliki kemampuan dasar yang mereka perlukan. Untuk anak usia dua tahun, penggunaan yang disarankan adalah tidak lebih dari satu jamper hari, lebih sedikit lebih baik. Paling disarankan adalah sebatas panggilan video. Selain itu, harus dibatasi.

Awal-awal mengenalkan gadget pada anak, saya juga memulainya dengan panggilan video lalu dengan mengakses galeri foto. Kadang kami bercerita dengan menggunakan ponsel sebagai media pendukungnya. Lalu, baru mengakses video online di kanal tertentu untuk menjawab keingintahuan mereka. 

Nah, cara terbaik yang bisa kita lakukan kini bukanlah dengan melarang screen time sama sekali pada anak, namun dengan mengelola screen time dengan tepat pada anak.


  • Pastikan Niat dan Tujuan

Sama seperti hal apapun di dunia ini, memberi gadget pada anak juga perlu dilandasi dengan pertanyaan, untuk apa? Apa niat yang mendorong kita memberikan alat itu ke tangan anak, akan berpengaruh besar pada bagaimana anak menggunakan gadget kedepannya. jangan sampai kita tidak tahu tujuannya dan hanya ikut-ikutan saja. Piliannya bisa untuk media belajar anak, sekedar sebagai hiburan mereka, atau ada juga yang untuk memudahkan aktivitas orang tua. Apapun alasannya, pahami fitrah anak yang sudah ada, yang sedang kita bentuk, dan juga konsekuensi setelahnya.


  • Tentukan Batasan
Batasan ini berhubungan dengan waktu, tempat, dan kondisi, tergantung masing-masing keluarga. Namun, banyak ahli membatasi durasi satu jam per hari untuk anak dibawah lima tahun serta maksimal dua jam untuk anak dibawah dua belas tahun. Tidak disarankan ada gadget di meja makan dan kamar tidur karena akan berpengaruh pada keterampilan makan serta kualitas tidur anak. Batasan-batasan lain bisa disepakati oleh orang tua, bisa juga dengan melibatkan anak yang sudah bisa berdiskusi. Setelah mengerjakan kewajiban seperti sholat atau mengerjakan tugas sekolah misalkan.


  • Filter apa yang Anak Akses
Ada banyak fitur yang bisa menyaring apa yang anak-anak saksikan secara online. tapi hal tersebut bersifat umum bukan berdasarkan preferensi keluarga masing-masing. Maka sepakati apa saja yang boleh anak tonton, kanal apa yang bisa mereka akses, dengan terlebih dahulu pelajari kontennya apakah sesuai dengan nilai yang kita anut atau tidak. Awalnya kami hanya menyediakan layanan video offline pada anak sehingga mereka hanya bisa menyaksikan apa yang sudah saya kurasi sebelumnya. Hingga kini, anak-anak hanya menyaksikan dari kanal tertentu yang sesuai dengan batasan kami.


  • Dampingi Anak dan Jadilah Teladan

Memberi gadget pada anak bukan berarti menyerahkan pengasuhan pada alat tersebut sehingga kita bisa lengah pada apa yang mereka akses. Tapi tetap dampingi mereka sehingga kita juga tahu apa yang mereka konsumsi. Kita juga perlu mencontohkan penggunaan gadget yang tepat pada anak-anak, seperti tidak menggunakan ponsel di area makan dan tidur serta tidak bermain dengan anak tapi perhatian tetap tertuju pada ponsel. Be fully presented.


  • Tegas dan Sabar Membangun Kebiasaan

Kebiasaan screen time yang tepat ini bisa dimulai pada usia berapa saja, namun ingat semakin besar anak akan butuh waktu yang semakin panjang untuk membentuknya. Jadi lebih baik membiasakannya sejak awal, sejak mereka belum mengenal gagdet sama sekali. Tapi jika sudah terlanjur, tidak ada kata terlambat untuk mulai suatu hal yang lebih baik.




Meskipun semakin mudah kita jumpai pemandangan anak yang diam terpaku pada layar di tempat umum, semakin jarang kita melihat anak berlarian kesana kemari di keramaian, sesungguhnya ini kondisi yang menyalahi fitrah anak-anak  itu sendiri. Alamiahnya anak-anak itu memang aktif bergerak, berlarian tak tentu arah, berisik. Alamiahnya memang anak itu banyak bertanya pada orang yang mereka percayai, orang tua harusnya. Alamiahnya memang anak itu makan dengan berantakan pada awal-awal prosesnya. Alamiahnya memang kita akan banyak berteriak melarang melihat ide mereka yang mendekati bahaya. Alamiahnya kita memang banyak mengelus dada melihat kelakuan mereka yang ada-ada saja. Alamiahnya anak akan merasa bosan menyaksikan dunia dewasa dan akan mengasah kreatifitas karenanya. Alamiahnya memang anak akan senang mengeksplorasi mencoba ini itu bertanya banyak hal sebagai proses mereka belajar. Jangan sampai hal-hal lain yang lebih kita utamakan justru mematikan apa yang sudah alamiah ada dalam diri mereka, lalu menciptakan anak-anak yang tumbuh dewasa tanpa pemenuhan hasrat anak-anak didalam dirinya.



Salam, Nasha


0 Comentarios

Mau nanya atau sharing, bisa disini!