Makin hari makin kesini, makin kuat kebutuhan kita sebagai orang tua untuk menerapkan pola hidup sehat ke anak. Penyakit yang makin banyak jenisnya, anak yang semakin rentan, dan gaya hidup yang makin luas ragamnya. Ada yang saking gak mikirnya ngasih minuman sachet ke anak yang belum umur setahun, ada juga yang merasa sehat banget sampai balitanya ikutan diet vegan juga. Keduanya sama gak tepat dan sama berbahayanya. Batas sehat bagi anak itu tidak bisa disamakan dengan orang dewasa. Menerapkan pola makan sehat untuk anak itu ada ilmunya, ada caranya, dan itu berkembang terus. Menyontek isi piringku yang dikeluarkan Kemkes misalkan. Ketika aku sekolah dulu, makan itu tentang empat sehat lima sempurna. Sekarang judulnya, isi piringku. Disana dijelaskan tentang kebutuhan makan dan pedoman gizi seimbang lengkap, bisa baca disini
Nah, saat kita udah berniat untuk menerapkan pola yang sehat pada anak, masih saja ada kondisi yang membuat pelaksanaannya jadi lebih menantang. Mulai dari perbedaan cara dulu dan sekarang, aku bahas penyebabnya nanti. Sampai kenyataan kalau anak yang dijaga makannya terlihat jadi lebih gampang sakit saat makan sembarangan walaupun hanya sedikit.
Dulu Gak Begitu Gapapa
Komentar ini biasanya dimulai dari proses MPASI. Aku mulai MPASI saat lagi marak bubur nogulgar alias tanpa gula garam. Sebenarnya ini cukup ekstrem, karena secara medis penggunaan gula dan garam untuk bayi itu diperbolehkan, namun dalam batas yang ditentukan. Misalkan untuk anak dibawah dua tahun, dalam sehari hanya diperbolehkan maksimal 25gram sehari serta garam 2gram/ 0.8gram sodium. Gula dan garam tidak hanya didapat dari tambahan gula atau garam yang kita masukkan ke makanan ya. Tapi dari nasi sendiri juga sudah mengandung gula dan garam tanpa perlu ditambahkan lagi.
Perkara menu juga sempat diperdebatkan, karena ada aja yang begini, kamu dikasih pisang doang tuh dulu gapapa. Sekarang kembali diingatkan bahwa anak perlu banyak nutrisi dari beragam makanan, maka dari itu makanannya harus menu lengkap yang terdiri dari karbo, protein, lemak, juga vitamin dan mineral. Nasi lauk sayuran lah, dengan porsi yang disesuaikan. Usia pemberian makan juga berulang kali dijelaskan, enam bulan ya atau sesuai anjuran dokter tiap anak.
Bukan hanya perkara MPASI, makanan dewasa juga ada banyak komentar. Seputar gula garam aja, dulu penambahannya pada masakan adalah hal yang sangat wajar, makin kesini diketahui kalau gula garam itu perlu diminimalisir. Karena banyak resiko penyakit akibat penggunaan gula garam berlebihan, hipertensi atau diabetes misalkan. Selain itu, pola diet yang beragam juga membuat banyak batasan dan pantangan, yang orang dulu gak paham karena ilmunya memang belum sampai sana. Mana paham dulu kalau ternyata tubuh perlu probiotik, makan ya makan aja.
Prioritasnya sudah jauh berbeda, proses dan perkembangan ilmu juga sudah jauh majunya, maka kalau ada perbedaan dulu dan sekarang ya bagus dong, artinya ada kemajuan. Jadi tidak usah gentar dengan, dulu gak begini atau dulu begitu tapi gapapa. Pelajari dari sumber yang jelas, jangan asal comot info di grup WA atau instagram, lalu pahami penjelasannya. Kalau ada yang kurang jelas bisa konsultasi, baru deh maju terus.
Makan Sembarangan Jadi Lebih Kuat
Ini cukup menyebalkan sih, karena faktanya bisa terlihat begini. Anak yang dijaga makannya, sekalinya jajan sembarangan bisa langsung sakit. Kesannya mereka jadi lemah kan, padahal tidak begitu!
Makan jajanan atau kemasan biasanya memiliki kadar gula dan garam yang tinggi. Coba cek label kemasannya terus baca sampai kolom gula dan garam (natrium/sodium). Penjelasan singkatnya adalah karena anak yang dijaga makannya memiliki tubuh yang lebih bersih, sekalinya masuk makanan ngasal dianggap kotoran, tentu tubuh akan bereaksi untuk mengeluarkan kotoran tersebut. Keseibangan tubuh terganggu. wajar dong ada reaksi. Bisa dengan diare, bisa dengan demam (sebagai sinyal ada yang tidak beres nih di tubuh), atau reaksi lainnya yang kesannya seperti penyakit. Padahal itu upaya tubuh untuk membersihkan lagi tubuh tersebut.
Nah, anak yang sudah terbiasa makan jajanan/kemasan dengan gula dan garam tinggi, alarm tubuhnya sudah tertutupi dengan hormon gembira yang didapat dari makanan tersebut. Hormon gembira ini diproduksi dengan kadar gula yang tinggi. Pemenuhan gula tinggi yang terus menerus begitu akan membuat tubuh semakin bergantung pada gula. Rasanya aneh kalau tidak konsumsi makanan tinggi gula (nasi, makanan manis).
Jadi ini anggapan yang keliru. Penumpukan zat yang tidak baik dari makanan sembarangan justru punya efek jangka panjang yang lebih berbahaya.
Mudah dan Murah
Aneka makanan olahan yang ditawarkan itu harganya murah dan mudah sekali didapatkan. Menyedihkannya, olahan makanan yang lebih sehat justru jarang dan harganya relatif lebih mahal. Tidak mengherankan kan, kalau anak-anak jadi lebih terpapar dengan makanan kemasan yang gak sehat itu?
Ambil contoh sederhana deh, cookies aja. Cemilan gluten yang dibuat dari tepung terigu harganya lebih murah dibanding cemilan non gluten dari pati kentang misalkan, kan? Meskipun bahan tambahan lainnya sama, bisa telur, susu, gula. Apalagi kalau cemilan non glutennya juga tanpa pemanis buatan, perisa sintetik, dan pengawet. Gulanya juga gula kelapa misalkan. Jadi makin tinggi deh harganya. Beda jauh dengan cookies yang dibuat dari tepung terigu, gula, perasa sintetik, coklat, gula lagi.
Sampai sini berarti betul, ada harga ada kualitas. Tapi apakah yang berkualitas harus yang lebih mahal dan yang mahal pasti berkualitas? Tidak juga. Kita bisa mengolah makanan sendiri di rumah, alternatif paling logis yang bisa kita lakukan untuk menjaga makan anak. Makanan real food adalah pilihan paling tepat untuk dikonsumsi. Membuat menu lengkap sebagai makanan utama dan olahan cemilan untuk selingan. Jangan lupa utamakan pilih dari bahan lokal yang mudah didapat. Tidak perlu ikut tren, yang penting paham apa yang perlu dikonsumsi, dan pilih alternatif yang lebih sehatnya sesuai dengan anggaran masing-masing kita.
Menerapkan pola hidup sehat pada anak memang susah-susah gampang apalagi dengan lingkungan yang masih abai, jadi tantangan sendiri. Serbuan makanan murah dan cepat saji namun minim gizi juga seperti tidak ada habisnya. Menjaga makanan begini memang tidak mudah namun juga bukan tidak mungkin. Caranya coba langkah berikut:
1. Simak apa yang benar-benar perlu masuk tubuh
Kalau mau makan, coba sadari dulu ini untuk apa nih. Memang hal yang dibutuhkan tubuh apa nggak. Kalau lapar ya makan yang benar, bisa lihat grafis isi piringku dibawah ini. Kalau sekedar cemilan untuk isi waktu luang ya buat apa. Mungkin bisa diganti dengan makanan lain yang lebih sehat, buah misalkan. Olahan lain juga boleh kok, sadari dulu, baru terbuka pilihan-pilihan yang lebih disadari mudah-mudahan yang lebih sehat. Rasa gak familiar gapapa, nanti juga terbiasa.
2. Perhatikan label makanan
Kadang pernyataan di label makanan itu cukup lengkap. Misalkan makanan dan minuman dengan kandungan pemanis buatan biasanya tidak dianjurkan untuk anak dibawah lima tahun, ibu hamil, dan ibu menyusui. Hanya saja keterangan ini dibuat dengan huruf sangat kecil, di belakang kemasan, seperti tersembunyi. Kita saja yang harus lebih teliti sebagai konsumen.
Selain itu, perhatikan juga kandungan nilai gizi, udah melebihi batas konsumsi harian gak tuh kira-kira. Kalau berlebihan baiknya gimana, olahraga ditingkatkan misalnya. Tidak lupa, tabel komposisi. Baca apa aja yang akan dimakan, bahan apa aja yang bakal dimasukkan ke tubuh. Produsen bisa aja klaim produknya dengan lebih sehat, mengandung bahan alami tertentu, tapi cuma jadi bagian kecil ya agak percuma juga ya. Perhatikan tiga kandungan awal, itu adalah bahan terbanyak dari makanan tersebut. Kalau bahan awalnya adalah tepung terigu, berarti itu makanan isinya ya tepung, meskipun judulnya kacang. Atau klaim mi sehat dengan sayur, tapi kandungan utamanya juga terigu, dan bahan sayurnya di akhir paragraf serta kandungan natriumnya juga tinggi, ya belum jadi sehat juga, jangan terkecoh dulu sama klaimnya.
Opsi yang lebih sehat kadang tersedia untuk produk makanan tertentu, tapi rasanya jadi sedikit berbeda. Misalkan makanan dengan judul light, yang bisa dibilang rasanya jadi lebih hambar, mungkin karena garamnya dikurangi, bahan utamanya ditambahkan. Sama-sama belum kategori sehat, tapi yang light mendinganlah. Atau minuman light yang kadar gulanya jadi lebih sedikit. Mendingan. Dikurang-kurangi dulu gapapa.
3. Maju Tak Gentar
Terkahir, hal paling utama yang penting diingat adalah ini hidup kita, mereka anak-anak kita, menjadi tanggung jawab kita. Kalau sudah yakin dengan apa yang dipilih, ya jalan terus aja. Meskipun berbeda dari kebanyakan orang. Ingat, jalan yang ramai belum tentu jalan yang benar. Biarin juga deh dikomentarin sama orang. Gapapa kok gak selalu ikut-ikutan. Dilabel gak tahan banting karena sangat dijaga, yaudah biar. Kita kan emang bisanya mengusahakan sehat, nantinya akan tetap sehat apa nggak ya udah bukan urusan kita.
Aku juga bukan orang yang terbiasa hidup sehat sebenarnya. Makan sayur juga baru dimulai saat hamil. Itupun dulu maunya cuma dijus supaya langsung glek cepat habis. Sekarang mulai makan tiap hari ada sayurnya meski porsinya masih belum selalu sesuai nih sama rekomenasi isi piringku. Buah juga belum utin harian sesuai. Mungkin karena pada dasarnya aku bukan orang yang pemakan ya, tapi biasa jajan. Biasa pingin coba-cobain ini itu. Nah, sekarang udah dikurang-kurangi banget jajannya, ditahan-tahan kalau lihat jajanan buat beli dan cobain, lebih sadar apa yang dimakan. Makanan kemasan dikurangi.
Begitu juga anak-anak ini, bukan berarti gak makan kemasan sama sekali, apalagi aku bukan yang rajin berkreasi dengan masakan juga. Tapi setidaknya, dipilih yang lebih baik diantara yang ada. Pnerapan ini tergantung lingkungan juga, karena aku belum sanggup strict all the time, sembari dijelaskan ke anak ini sehat ini cuma enak dilidah doang. Sounding aja terus, entah ngerti apa belum. Kadang ada yang nawarin jajanan tertentu (ayahnya salah satunya 😏) kadang bisa ditolak kadang ya diikuti juga sambil banyak-banyak doa 😂.Dan juga perhatikan jumlahnya, terus cari cara buat menetralisir lagi.
Makan sehat buatku bukan berarti gak jajan sama sekali dan makan makanan rumahan terus, tapi memahami kebutuhan dan batasan konsumsi harian aja. Pingin sih benar-benar bersih dan sadar dengan pola makan sehatnya, tapi belum saat ini. Menuju kesana tapi perjalananku masih panjaaang. Semangat!
Salam, Nasha
0 Comentarios
Mau nanya atau sharing, bisa disini!