"Kalau kamu gapapa nanti makannya yang pedes-pedes?"
"Gapapa Pak, saya suka kok."
Begitu kira-kira obrolan antara suamiku, saat itu masih calon suami, dengan petugas KUA saat sidang pernikahan kami. Konteksnya bapak petugas sambil bercanda bertanya bagaimana suamiku yang orang Jawa bakal makan masakanku yang orang Padang. Waktu itu, aku hanya tertawa. Tapi setelah diingat sekarang, dari pertanyaan itu aja, ada dua hal yang bisa aku simpulkan.
Pertama, pandangan umum bahwa yang memasak dirumah nanti adalah aku sebagai istri. Terlihat jelas dengan pertanyaan gimana suami nanti makan masakan buatanku.
Kedua, ini lebih dalam. Gimana perbedaan bisa menjadi 'sesuatu' di pernikahan. Sesuatu yang nantinya bisa menjadi penentu, akan dibawa kemana. Saat itu aku berpikir menyepelekan, lah gitu doang jadi soal. Mungkin aku berpikir bisa aja masak makanan Jawa, mungkin dibenak suami dia bisa aja adaptasi toh emang udah doyan pedes juga. Atau malah sebaliknya, suami akan meminta aku beradaptasi dengan makanan Jawa sedangkan aku akan mencecoki dia dengan masakan Padang. Apapun itu, ternyata tidak aku sadari bisa berpengaruh ke hubungan pernikahan kami kedepannya. Bahwa perbedaan akan menjadi persoalan, bahwa kami memang jelas berbeda dan tidak mungkin selalu sama. Syukurlah kami terus berproses untuk saling menerima dan saling beradaptasi, berkolaborasi untuk kepentingan bersama, tanpa mengabaikan keinginan sendiri, tanpa berlagak mengutamakan kepentingan pasangan. Saling dan kolaborasi itulah yang membawa kami sampai ke titik ini.
Pandangan Masyarakat tentang Kolaborasi Suami Istri di Dapur
Kembali ke poin pertama dari percakapan dimasa laluku tadi. Beberapa tahun setelahnya, masyarakat memang semakin modern, mengakui kalau pikiran semakin terbuka dengan perubahan. Namun, perkara dapur rasanya masih belum. Meski sudah sering disuarakan, masih banyak pihak yang menentang suami masuk ke dapur. Iseng, aku coba browsing dengan kata kunci "memasak di rumah" lalu seperti yang tampak ada 10 gambar.
Ini hanya perwakilan yang sama sekali tidak konkrit. Tapi dari tangkapan layar, dari 10 gambar hanya 3 gambar yang ada suami didalamnya. Kesepuluh gambar menghadirkan sosok perempuan, satu dengan suami, dua dengan anak, dan dua lainnya dengan anak dan suami. Tidak masalah sebenarnya, tapi bisa kita simpulkan lagi bahwa tugas memasak di masyarakat kita masih menitik beratkan pada istri, meskipun kita sudah mengaku lebih berpikiran terbuka.
Padahal perkara memasak ini bukan tentang bersikap modern dan berpikiran terbuka, namun sejak dulu sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Dalam hadits seperti dikutip dalam artikel ini, diriwayatkan bahwa Rasulullah juga memasak, Aisyah mengatakan bahwa Rasulullah juga melakukan pekerjaan rumah lainnya, belanja ke pasar, memasak, mencuci, dll. Diceritakan bahwa Rasulullah tidak segan menyelesaikan urusan domestik rumah tangga, bekerja sama, bahkan dengan pelayan dirumah beliau.
اَللَّÙ‡ُÙ…َّ صَÙ„ِّ عَÙ„ٰÙ‰ سَÙŠِّدِÙ†َا Ù…ُØَÙ…َّدٍ ÙˆَعَÙ„ٰÙ‰ آلِ سَÙŠِّدِÙ†َا Ù…ُØَÙ…َّدٍ
Jadi, kolaborasi suami istri di dapur ini bukan perkara bergeser ke pemikiran modern bahwa suami tidak masalah ke dapur, namun ini justru tentang kembali ke sunnah, ke perilaku yang dicontohkan Rasulullah.
Manfaat Kolaborasi Bersama Suami di Dapur
Selain sebagai bentuk meneladani Rasulullah, berbagai penelitian yang dilakukan pada pasangan sumi istri dimana suami turut aktif dalam pekerjaan rumah tangga khususnya memasak, terbukti memiliki dampak positif dalam hubungan pernikahan. Salah satunya dalam penelitian yang dilakukan oleh Universitas di Florida, menyatakan bahwa interaksi di dapur antara suami istri memiliki dampak positif dalam hubungan pernikahan khususnya pada aspek kemampuan berhubungan, koneksi emosional, dan komunikasi. Peningkatan keahlian mengorganisasi pekerjaan di dapur dapat mempengaruhi hubungan suami istri ke depannya.
Selain penelitian tersebut, dalam sebuah jurnal kesehatan masyarakat menyimpulkan bahwa suami yang berperan aktif dalam pekerjaan rumah tangga, termasuk memasak, terbukti memiliki istri yang nyaman dengan suaminya, bahagia, dan cenderung lebih sedikit mengalami kesulitan. Keren ya..
Dalam beberapa artikel lain yang aku baca, diungkapkan banyak sekali manfaat dalam aktivitas bersama yang dilakukan suami istri khususnya memasak di dapur. Psikolog Irma Gustiana menyebutkan bahwa harmonisasi ini bukan hanya akan menyehatkan suami istri namun juga anak-anak. Aktivitas memasak yang terlihat sepele ini ternyata jika dilakukan bersama bisa menjadi couple/ family quality time juga loh. Mulai dari berdiskusi akan memasak apa, mempersiapkan bahannya, bagi tugas bagaimana melakukannya, dan sama-sama menikmati hasilnya.
Manfaat tersebut aku rangkum menjadi tiga manfaat besar antara lain:
Meningkatkan Komunikasi
Dalam aktivitas yang dilakukan bersama diperlukan kerja sama tim yang kompak agar hasilnya sesuai dengan yang diinginkan. Nah, tim yang kompak adalah tim yang memiliki komunikasi lancar, sehingga bisa saling memahami keinginan masing-masing. Suami istri yang terbiasa bekerja sama melakukan sesuatu, bisa jadi sarana latihan untuk mengkomunikasikan isi hati dan pikiran masing-masing.
Dari kegiatan ini aja, kita bisa semakin mengenal pasangan loh. Tentang makanan, tentang pengalaman makanannya, referensi masakan, dll. Bahkan bisa jadi hanya obrolan ringan di sela-sela kegiatan memasak juga bisa. Kegiatan tanpa distraksi seperti ini, bisa meningkatkan kemampuan komunikasi dan saling pengertian diantara suami istri.
Wujud waktu berkualitas bersama
Saat berumah tangga apalagi setelah punya anak, mungkin kita dan pasangan bingung ya mau melakukan aktivitas bersama seperti apa. Sibuk dengan aktivitas masing-masing lalu di rumah juga heboh dengan anak-anak. Mau mikir ngapain aja udah berasa ribet duluan. Jangan sampai gitu ya, karena hubungan suami istri itu yang utama loh.
Alternatifnya bisa dengan memasak bersama buat jadi salah satu ide aktivitas suami istri di rumah aja nih. Melakukan sesuatu bersama-sama, menghabiskan beberapa jam mulai dari diskusikan mau masak apa, belanja bahannya, menyiapkan bahan dan bumbunya, bagi tugas memasaknya, hingga menikmati hasilnya ternyata bisa jadi rangkaian aktivitas yang seru. Cobain, yuk!
Melepas Stress
Pikiran yang fokus melakukan sesuatu dan diri yang menikmati kegiatan tersebut akan membuat otak kita cenderung lebih rileks. Memberi jeda untuk keributan di kepala, dan menuangkannya dalam suatu kegiatan. Apalagi melakukannya dengan orang yang disayang, perasaan gembira itu akan memicu hormon oksitosin, rasa puas dan kenikmatan yang didapat juga memicu hormon endorfin. Keduanya mampu meredakan tekanan dan stres.
Daripada cari alternatif pelepas stress kemana-mana, mending coba aktivitas di rumah bersama pasangan. Masak terus nikmati makanannya. Ada apa-apa bisa dibicarain setelahnya.
Bentuk Kolaborasi
Setelah tau manfaatnya dan sebelum omongin praktiknya, kegiatan #SuamiIstriMasak ini belum bisa jika masih ada penghalang di pikiran kita masing-masing. Biasanya istri udah ngebayangin aja repotnya dengan hal-hal kecil yang belum biasa dilakukan suami. Wajar dong lagi masak gitu suami nanya "ini motongnya seberapa" atau "bumbunya taruh di mana" kan dia gak sering di dapur. Nah, kalau suami biasanya udah males duluan karena ngebayangin bakal diomelin istri "masa gitu aja gak tau" atau misuh-misuh istri karena berantakan. Bener gak? ;)
Selain itu, suami emang gak se-multiasking istri karena emang penghubung otak kanan dan kirinya lebih tipis, jadi wajar kalau di dapur saat masak suami ya masak aja gak bisa kaya istri lagi masak nyambi nyuci perkakas. Tapi tenang, ini bisa dikomunikasikan dan dibiasakan kok. Jadi, sebelum mulai masaknya, set dulu ya pikirannya Pak, Bu. Mundur dulu buat lihat lebih luas, dari sudut pandang suami/istri masing-masing. Ini kerja sama ya bukan kompetisi. Kedudukannya sama nih, sama-sama pingin masakannya berhasil plus kualitas hubungan meningkat kan. Yuk bisa yuk. Kaya di video ini nih..
Kadang dia memasak sendiri, aku perhatikan bagaimana caranya. Kadang kami membeli makanan di luar lalu aku bertanya ini apa dan bagaimana kira-kira makanannya. Menakjubkan sih gimana dia bisa tau dan menjelaskan. Setelah beberapa tahun berjalan seperti itu, aku punya satu resep sangat simpel. Hampir semua bahan sayuran bisa dipakai dengan resep sederhana ini. Bumbunya dasarnya cuma bawang merah, bawang putih, dilengkapi garam, gula jawa, dan cabe rawit. Ingat, masakan Jawa itu ada manis-manisnya jadi gula jawa ataupun kecap adalah kunci. Kecap bukan sembarang kecap, kecap, ABC sudah mengandung gula, garam, dan rempah lainnya jadi udah komplit buat melezatkan.
Gerakan yang diinisiasi Kecap ABC ini adalah gerakan yang positif, karena bukan sekedar tentang menggeser pandangan bahwa suami bisa aja masuk dapur tapi lebih dari itu, kolaborasi suami istri di dapur menciptakan makanan lezat bersama bisa meningkatkan keharmonisan rumah tangga, yang berujung ke terbentuknya keluarga bahagia. Kampanye ini dilakukan untuk menyampaikan pesan bahwa waktu berkualitas untuk menjalin ikatan keluarga bisa dilakukan di mana aja kapan aja, termasuk mulai dari dapur di rumah.
Kecap ABC sendiri sudah memulai kampanye ini sejak tahun 2018 dengan semangat kesetaraan bagi perempuan.
2018: Kampanye diinisiasi
2019: Insisiasi kampanye selama Hari Kesetaraan Perempuan
2020: Kolaborasi dengan platform edukasi untuk melibatkan anak-anak dalam kampanye Hari Kesetaraan Perempuan
2021: Kolaborasi dengan Titi Kamal dan Christian Sugiono untuk menekankan pentingnya kolaborasi suami & istri di dapur
Selaku produsen kecap ABC, PT Heinz ABC Indonesia berharap melalui kampanye ini dapat mendukung ibu-ibu Indonesia supaya gak ragu dengan ide masak bareng suami kolaborasi di dapur. Apalagi tambahan kecap ABC dalam masakan, gak perlu khawatir dengan rasa karena kecap ABC membuat hidangan kolaborasi suami istri jadi lebih kaya rasa sehingga disukai semua anggota keluarga.
Yuk cobain!
Salam, Nasha
0 Comentarios
Mau nanya atau sharing, bisa disini!