Menjelang Lebaran di Minggu Keempat Ramadan, Kehangatan yang Akan Dirindukan

Sebelum ramadan benar-benar pergi, tampaknya kita sudah lebih dulu menjauhi. Sibuk mempersiapkan lebaran hingga lupa pada keistimewaan ramadan yang katanya ingin maksimal dimanfaatkan. Daftar apa yang hendak dikerjakan selama ramadan, tampaknya sudah tidak terlalu dihiraukan. Kita terburu-buru karena tahu ramadan akan berlalu. Namun jika saja kita mau berhenti sejenak untuk benar-benar merasakan, ada banyak berkat yang hanya ada di bulan ini. Hal-hal sederhana yang bisa menghangatkan jiwa dan besar kemungkinannya akan kita rindukan nanti setelah bulan ini usai. 




Berpisah dengan Keistimewaan

Salah satu hal yang bisa kita syukuri sebagai bagian dari negara dengan mayoritas penduduk muslim adalah suasana yang mendukung aktivitas kita selama ramadan. Perkantoran menyesuaikan jam kerja pegawainya, pedagang juga menyesuaikan waktu buka tutupnya, bahkan menu makanan sampai barang yang dijual juga. Seolah ramadan benar-benar disambut. Kita dikelilingi dengan suasana demikian rupa yang menjadikan ramadan makin istimewa.

Sayangnya, jika kita begitu terpaku pada suasana, kita pun mudah terbawa karenanya. Kemungkinan negatifnya kita jadi lalai pada makna ramadan yang sesungguhnya, hanya asyik dengan perhelatannya saja. Minggu terakhir ini misalkan, suasana penyambutan lebaran sudah sangat terasa dengan berbagai atributnya, bisa saja kita ikut terbawa sampai lupa ibadah paling berharga justru ada pada minggu terakhir ini. Lupa, kalau ramadan baru bisa kita temui setahun lagi sehingga harusnya bisa kita manfaatkan dengan optimal.

Tidak semua kok, sebagian kita juga banyak yang bersedih hati menyadari ramadan akan pergi. Mereka sudah merindukan suasana yang mendukung untuk ibadah siang dan malam. Kapan lagi bisa mengkhatamkan Quran hanya dalam satu bulan? Kapan lagi ada perasaan semangat berbagi tanpa merasa kekurangan? Memang, selain karena nilai amal yang dilipat gandakan Allah, hal-hal damai yang istimewa ada sekali setahun itulah yang begitu aku nanti.


Sederhana namun Istimewa dalam Ramadan

Seperti yang aku ceritakan sebelumnya, aku memanfaatkan momentum ramadan ini untuk beristirahat. Berjeda dari hiruk pikuk yang biasa membersamai. Aku ubah rutinitas dan prioritas kegiatanku. Aku uninstall aplikasi media sosial dari ponsel, aku buka sesekali melalui situsnya. Aku tambahkan aktivitas yang mendukung jedaku. Dari jauh hari aku persiapkan agar aku bisa menyesuaikan diri selama sebulan ini sehingga aku bisa menikmati masa hidup yang istimewa ini.  

Maka beberapa hal yang akan aku rindukan dari ramadan antara lain:

  • Suasana yang berbeda dari bulan-bulan lainnya, seakan kita diizinkan untuk berjalan saja tidak perlu dulu berlari.
  • Suasana yang mendukung kita untuk menjalankan ibadah secara intens mulai dari tilawah sebelum sahur hingga itikaf setelah tarawih.
  • Banyaknya orang yang menahan diri sehingga interaksi antar kita terasa lebih damai dan menyenangkan hati.
  • Bisa fokus pada apa yang benar-benar berarti dengan menghindari hal-hal yang bisa membatalkan ataupun merusak puasa.
  • Momen makan sahur dan berbuka yang hangat baik di rumah dalam keluarga atau saat berkumpul dengan kerabat.
  • Mudahnya melakukan ibadah sunnah mulai dari salat sunnah, membaca Quran, bersedekah, dsb.
  • Adanya dorongan untuk kita semua untuk berbuat baik dan menjadi hamba Allah yang lebih baik
  • Perasaan damai yang sulit digambarkan saat kita benar-benar fokus pada hal baik yang ada di sekeliling kita

Beberapa waktu lalu, aku membaca kutipan berbunyi,

"Tuhan yang kau sembah di bulan Ramadhan adalah Tuhan yang sama yang kau jauhi di bulan-bulan lainnya. Lantas, mengapa caramu beribadah berbeda?"

Iya, itu potongan pertanyaan filosofis yang terkenal dari Jalaluddin Rumi. Dengan tidak bangga, aku mengakuinya. Mungkin memang kita beribadah banyak terdorong suasana di sekeliling, mungkin ibadah kita tidak benar-benar tulus dari hati, mungkin. Tapi, itu bukan alasan untuk melanggengkannya begitu saja. Kalimat itu bisa kita jadikan teguran ataupun pengingat agar kita tetap fokus melaksanakan ibadah berlandaskan niat kebaikan yang ditujukan bagi Sang Pencipta. Anggaplah ramadan sebagai masa pelatihan yang ajarannya justru harus diteruskan setelahnya. Sebab, ramadan boleh berakhir namun semangat kebaikan harusnya tidak.



Salam, Nasha



0 Comentarios

Mau nanya atau sharing, bisa disini!