Lebaran, Momen Refleksi untuk Menyadari Hal-Hal yang Sungguh Berarti

Satu bulan berpuasa, satu hari berlebaran, tapi ada banyak cerita di sepanjang momennya.  Mungkin itu kenapa hari lebaran sangat dinanti. Momen yang penuh tradisi dan suka cita. Entah dirayakan secara besar-besaran atau sederhana, lebaran sama-sama memiliki banyak hal-hal berharga, yang bisa jadi kita sadari, bisa jadi pula tidak. 




Sejak kecil, aku bergantian merayakan lebaran di kampung orang tua. Berseberangan pulau tempat kami mudik dari tahun ke tahun. Ternyata, setelah menikah pun, perayaan lebaran tidak bisa aku lakukan hanya di satu tempat. Kami mudik bergantian antara kampungku dengan kampung suami, persis seperti yang dulu orang tuaku lakukan.

Mungkin saat kecil, hal-hal tentang lebaran yang kita ketahui adalah seputar makan kue kering dan pembagian THR. Setelah dewasa, urusan lebaran memang tidak jauh dari hal-hal tersebut, hanya perannya saja yang berubah. Kita menjadi pihak yang menyiapkan kue kering dan sajan lebaran lainnya. Kita pula yang harus mengatur anggaran sehingga bisa berbagi rezeki pada sanak saudara. 

Namun, lebih dari itu. Setelah bertahun-tahun merantau, aku meraskan sendiri bagaimana momen lebaran itu benar-benar dinanti. Apa yang sebenarnya hanya tradisi bukan esensi, khususnya bagi kita sebagai warga Indonesia ini, ternyata menjadi penghangat hati yang bisa menambah rasa syukur kita. Berikut beberapa momen hangat yang terjadi pada momen lebaran.

  • Keluarga dan Orang-orang Tersayang

Tradisi mudik ke kampung halaman memang menjadi ajang bagi kita, khususnya bangsa ini, untuk bersilaturahmi dan saling mengunjungi. Banyak kerabat yang kita temui hanya di momen ini. Saling bertukar kabar, melanggengkan hubungan, berbincang untuk saling memberi dukungan.

Memang tidak bisa dipungkiri, tidak semua keluarga dan hubungan bisa berjalan ideal seperti yang kita harapkan. Ada saja orang yang pertanyaannya menyakitkan, komentarnya menjatuhkan, hingga interaksi dengan mereka terasa melelahkan. Masing-masing kita yang paling tahu bagaimana menyikapi orang dan situasi demikian. Hanya saja, jangan biarkan mereka merusak momen sekali setahun yang kita rayakan ini. Bagaimana kita merespons-lah kuncinya.

  • Silaturahmi
Sebagai seorang introver, tentu aku lebih suka berada di rumah saja dalam balutan pakaian nyaman dan melakukan hal-hal yang aku suka. Sebaliknya, berkunjung ataupun dikunjungi bukanlah yang serta merta bisa aku nikmati. Suasana ramai dan berisik itu justru menghabiskan energiku. Namun mengingat momen ini hanya terjadi sekali setahun, dan obrolan panjang lebar yang kami lakukan itu hanya sesekali, maka aku bisa memaksakan diri. Ternyata, berbincang begitu tidak seburuk yang aku bayangkan. Obrolan basa-basi itu tidak apa, bertukar kabar itu juga tidak apa. Selama kita bisa menjaga batasan, harusnya silaturahmi bisa berjalan lebih baik lagi. 
  • Saling Menyucikan Hati
Kalimat maaf memang sudah seperti template saat kita mengucapkan selamat lebaran. Entah memang tulus bermaksud demikian atau tidak, hanya masing-masing kita yang tahu. Namun buatku, memaafkan terlebih dahulu itu lebih utama. Bukan untuk orangnya, tapi untuk diri kita sendiri. Dengan memaafkan pun, kita belajar untuk menurunkan ego, belajar malapangkan hati. Untuk diri yang lebih damai, untuk hati yang lebih lapang, dan untuk kita yang membangun ulang batasan pada mereka.  
  • Kesederhanaan
Banyaknya ragam orang, memang tidak bisa disamakan semua tingkahnya. Ada yang menjadikan momen lebaran untuk memamerkan apa yang dimiliki, ada pula yang bisa tetap menjaga kesederhanaan tanpa peduli pandangan orang. Padahal, jika kita benar-benar mau menyadari, justru hal-hal sederhana itu yang bisa mendatangkan kebahagiaan dan akan dikenang. Ketika bisa makan bersama tanpa distraksi, ketika bekerja sama untuk menyiapkan hidangan lebaran, dan ketika bisa berbincang tanpa terbebani untuk bisa tampak lebih dari orang lain. 
  • Waktu yang Terbatas

Ternyata waktu berkumpul bersama keluarga menjadi hal berharga yang tampaknya paling sering kita sia-siakan. Kita baru menyadari setelah tidak bisa lagi mendapatkan hal itu. Sejak merantau dan merayakan lebaran secara bergantian aku baru menyadarinya. Tidak bisa tiba-tiba pulang untuk merayakan rindu pada mereka. Bukan hanya ongkos yang berkali lipat karena jarak, tapi juga waktu dan kondisi. Setiap tahun ada banyak cerita yang terlewat dan tidak bisa dilalui bersama.

Bukan hanya pada keluarga, teman juga demikian. Syukurnya sekarang ada teknologi yang memudahkan untuk kita bertukar cerita. Setidaknya, itu bisa menghibur daripada tidak sama sekali. Setidaknya bertemu setahun atau dua tahun sekali bisa menebus interaksi yang sudah tidak bisa sesering dulu lagi. 


Jika kita benar-benar menapak pada kehidupan yang kita jalani, mungkin kita akan mengerti apa saja yang sungguh berarti. Orang-orang yang menyayangi kita, rumah yang siap menyambut kita pulang, juga makanan hangat yang tersaji untuk melembutkan kerasnya rintangan yang biasa kita hadang. Jika momen lebaran adalah satu dari sedikit kesempatanmu untuk pulang, maka lakukanlah dengan hati lapang. Jangan hiraukan satu dua orang dengan komentar tidak pantasnya merusak momenmu. Jangan biarkan hal-hal tidak mengenakkan justru merusak apa yang sungguh berharga bagimu.



Salam, Nasha


0 Comentarios

Mau nanya atau sharing, bisa disini!