Dampak dari penggunaan energi yang kita gunakan selama ini sudah sangat terasa. Mulai dari cuaca yang semakin panas dan tidak menentu hingga polusi yang menimbulkan berbagai penyakit. Kebutuhan dasar berupa air, udara, juga tanah yang bersih semakin sulit didapatkan. Tidak ada kata lebih tepat selain urgen, untuk kita bisa mengganti sumber energi dan mendidik anak-anak ini agar bisa memahami kondisi saat ini dan pentingnya melakukan konservasi.
Transisi Energi
Energi bisa disebut juga sebagai daya atau kekuatan. Seperti yang kita pahami dari sekolah dulu, energi ini bisa digunakan untuk melakukan sesuatu, namun ia tidak bisa diciptakan atau dimusnahkan, hanya bisa diahlihkan. Energi panas menjadi energi listrik, energi listrik menjadi energi gerak, energi gerak menjadi energi bunyi, dsb. Hal-hal sederhana yang kita pelajari dulu, memang hanya sebatas pengertian, perpindahan energi tersebut, dan bagaimana pemanfaatannya. Menghafal tanpa tahu gunanya, tanpa memahami benar-benar praktiknya. Sekarang, kita baru bisa paham ternyata energi yang kita gunakan selama ini, mayoritas diupayakan dengan tidak tepat.
Baru sekarang, ada banyak kesadaran tentang praktik keliru dari penggunaan energi tidak terbarukan yang telah kita manfaatkan lebih dari seabad ini. Mengeruk minyak bumi hingga hampir tak bersisa, menggali batu bara dan gas alam hingga sadar tidak banyak lagi yang bisa digunakan. Semua itu termasuk dalam bahan bakar fosil, sumber energi yang terbentuk secara alami di kerak bumi sebagai akibat dari pembusukan organisme yang mati ratusan juta tahun lalu. Energi ini telah digunakan sejak tahun 1880 untuk menghasilkan listrik rumah dan industri. Di Indonesia sendiri, bahan bakar ini diperkirakan akan habis dalam lima belas tahun kedepan. Kabar buruknya, sebanyak 86.95% sumber listrik PLN kita berasal dari bahan bakar fosil. Angka pada 2020 tersebut memang mengalami peenurunan dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 88.73%, namun apakah itu cukup?
Alasannya bukan hanya karena energi tersebut sudah hampir habis dan kemungkinan kita akan kelabakan saat itu terjadi, namun juga karena berbagai dampak negatif yang ditimbulkan, sebut saja yang paling kita paham dan terasa, polusi. Setidaknya dua hal penting ini cukup menjadi alasan kita untuk menyegerakan transisi energi.
Jika masih samar-sama, berikut penjabaran sederhana tentang bahan bakar fosil yang masih banyak kita gunakan ini. Bahan bakar fosil memberikan kita kemudahan hidup dalam seratus tahun kebelakang, saat listrik sudah menerangi setiap sudut rumah dan saat mesin berbahan bakar bisa mengantarkan kita ke mana saja. Namun, pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan zat karbon dan berbagai zat polutan lainnya yang membebani lapisan bumi, membuat planet ini semakin panas dari waktu ke waktu, membuat lautan semakin asam hingga sulit untuk ditinggali. Polusi itu bukan hanya terjadi di udara, namun juga pada air, tanah, hingga suara.
Bersyukurnya kita di Indonesia memiliki kekayaan alam selain bahan bakar fosil tersebut, sebut saja sinar matahari yang bersinar sepanjang tahun, panas bumi, air, juga angin. Bahkan energi panas bumi Indonesia menduduki peringkat kedua dunia setelah Amerika. Hal menarik untuk mempertanyakan mengapa transisi energi kita bergerak sangat lambat, jika tidak bisa dibilang jalan ditempat, dengan sumber sebanyak itu. Kompas menyebut harga jual, insentif fiskal, hingga kebijakan sebagai penghambat dari berkembangnya energi terbarukan ini. Senada dengan itu, pihak pengembang PT. Energi Biomassa Indonesia kepada Detik, menyebutkan kendala teknologi, pendanaan, serta ketersediaan bahan baku yang harus mereka hadapi. Apalagi anggaran pembangunan yang belum mencukupi ke arah sana. Dalam Republika, perwakilan Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia, mengungkapkan kebijakan sebagai faktor yang paling berpengaruh selain pendanaan, teknologi, dan sumber daya manusia yang selama ini menghambat langkah transisi energi di Indonesia.
Komiten Indonesia untuk menurunkan emisi hingga 31% pada 2030 dan nol emisi pada 2060 mendatang harus diupayakan dengan sungguh-sungguh. Membuat kebijakan yang berpengaruh dari hulu ke hilir, menutup PLTU lebih dini, menciptakan kebijakan yang pro pada pengembangan energi terbarukan, hingga sosialisasi pada masyarakat luas. Tidak ada kata yang lebih tepat selain mendesak, untuk kita sesegera mungkin mengganti energi menjadi lebih ramah lingkungan.
Pendidikan Konservasi Energi Sejak Dini
Jika persoalan transisi energi massal cenderung menitik beratkan pada fungsi pemerintah, kita sebagai warga juga orang tua tetap bisa melakukan sesuatu. Dari bagaimana kita menggunakan energi, menjalani kehidupan, hingga ke nilai serra kebiasaan apa yang kita tanamkan pada anak. Nah, ini beberapa hal yang bisa kita upayakan untuk mengajarkan anak tentang konservasi energi.
- Menjadi Teladan
Anak yang sejatinya adalah peniru ulung perlu melihat secara langsung bagaimana kita menggunakan energi yang ada. Mereka juga perlu mendengar penjelasan langsung dari kita, tentang hidup cukup, gunakan apa yang ada seperlunya, tidak mubadzir atau menyia-nyiakan yang sudah dipunya. Apa yang anak lihat dan dengar secara berulang akan masuk dan tertanam dalam pikiran mereka.
- Hemat Listrik
- Gunakan Air Secukupnya
- Bercocok Tanam
- Biasakan Tubuh dengan Cuaca
- Pilih Transportasi Lebih Ramah Lingkungan
- Manfaatkan Energi yang Lebih Ramah Lingkungan
- Bicarakan tentang Kebijakan Sesuai Usianya
- Pilah Sampah dari Rumah
- Manfaatkan Apa yang Ada
Ada kalanya kita memiliki sesuatu yang sudah habis masa pakainya. Biasakan anak untuk tidak langsung membuang a[a yang tidak dipakai lagi, terus manfaakan untuk keperluan-keperluan lainnya. Daripada langsung beli baru, coba pakai ulang, perbaiki. Makanan bisa diolah lagi, buah terlalu matang bisa dibuat jus atau banana bread atau frozen fruit agar tidak terbuang sia-sia.
Melakukan perubaan dari apa yang sudah terbiasa kita lakukan bukanlah hal yang mudah. Puluhan tahun hidup santai tanpa memikirkan lingkungan, menjadi ada apa-apa yang dipikir jejak karbonnya, adalah hal sulit. Tapi bukan berarti tidak mungkin. Anak bisa menjadi motivasi yang kuat untuk kita bergerak lebih baik, bersama-sama menciptakan lingkungan yang lebih pantas untuk mereka tinggali. Belajar bersama mereka. Biar mereka melihat kita juga berproses, tidak apa. Menarik juga saat melihat bagaimana mereka secara langsung melipat kotak susu yang sudah digunakan, bertanya barang ini berbahaya tidak akan jadi limbah tidak, membuang sisa makanannya langsung ke tanah, atau girang saat tanaman yang mereka tanam perlahan mulai meninggi bahkan berbunga. Ini bukan proses yang mudah, apalagi di lingkungan dan negara yang belum sepenuhnya memprioritaskan hal ini, tapi setidaknya dengan apa yang kita bisa kita sudah berupaya. Semangat!
Salam, Nasha
2 Comentarios
salah satu hal yang lainnya yang bisa diupayakan dalam rangka konservasi adalah mulai menggunakan fashion dengan prinsip slow fashion.. tidak mudah, namun bisa dibiasakan..
BalasHapusbtw, nice post!
betul kak, kurangi sikap konsumtif, kalau emng mau belanja lakukan di produsen yg peduli lingkungan juga, thanks sharingnya kak
HapusMau nanya atau sharing, bisa disini!