Langit malam itu indah diterangi bulan bulat penuh, khusus disekitar area Borobudur langit menjadi lebih gemerlapan lagi dengan adanya ribuan lampion yang diterbangkan sebagai simbol penerangan dunia.
Festival Lampion
Beberapa hari lalu perhelatan hari raya waisak telah rampung diselenggarakan. Rangkaian acara yang dilaksanakan selama beberapa hari mulai dari thudong para biksu dari Thailand menuju Borobudur, proses kirab membawa api dari Purwodadi dan air dari Temanggung, berbagai acara dan peribadatan hingga puncaknya pada Minggu (4 Juni) lalu dengan penerbangan lampion.
Agenda kegiatannya sebenanya hampir sama dengan tahun-tahun sebelumnya, hanya saja tahun ini kembali diselenggarakan sejak pandemi covid dua tahun belakangan. Tahun ini tema peringatan Waisak-nya adalah aktualisasikan ajaran Buddha Dharma dalam kehidupan sehari-hari dengan subtema adalah momentum waisak memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan perdamaian dunia. Hari Waisak ini diperingati dalam rangka memuliakan hari kelahiran Siddharta Gautama, hari ia menjadi Buddha, dan hari wafatnya.
Festival lampion sendiri merupakan ritual turun temurun dalam merayakan hari waisak tersebut, yang bermula dari China sejak Dinasti Han Barat (sekitar tahun 206SM). Pada masa pemerintahan Kaisar Ming, festival lampion mulai diadopsi agama Buddha karena saat itu ajarannya sedang berkembang pesat dari India sampai ke China. Akhirnya, lampion mulai dipasang diseluruh area kekaisaran dan kuil sepanjang pelaksanaan festival, hingga menjadi kebiasaan rakyat. Jadi, Buddha memang berasal dari India namun tradisi penerbangan lampion bermula dari China.
Penerbangan lampion dimaknai umat Buddha sebagai pesan tentang kebijaksanaan, pencerahan, dan kebebasan. Lampion sebagai simbol Buddha yang menerangi dunia, dengan satu sumber api bisa menyalakan banyak kegelapan. Penerbangan dilakukan untuk menghormati Sang Buddha, juga untuk mendorong kebijaksanaan dan pencerahan individu. melepaskan hal-hal duniawi yang berlebihan hingga bisa menemukan kedamaian diri. Penyebaran api ini juga bermakna bagaimana kebaikan dan kebahagiaan seharusnya terus dibagikan dalam kehidupan, tidak akan mengurangi namun justru akan memperluas kebahagiaan itu sendiri.
Thousand of candles can be lighted from a single candle, and the life of single candle will not be shortened. Happiness never decreases by being shared.
Cerita Festival Lampion di Borobudur
festival lampion 2023 bukan yang pertama kali diadakan di Borobudur, dan bukan satu-satunya lokasi pelaksanaan. Beberapa negara seperti India juga Thailand, turut merayakan hari raya waisak dengan menerbangkan lampion. Di Indonesia, perayaan ini berpusat di candi Buddha terbesar didunia yaitu Candi Borobudur. Dalam pelaksanaanya, penerbangan lampion tidak hanya diperuntukan bagi umat Buddha namun untuk umum. Bahkan tiketnya saja sudah habis terjual pada Mei lalu. Hingga hanya tersedia tiket untuk menonton dari luar arena penerbangan yang dijual on the spot dan online. Pada hari tersebut, ribuan orang memadati kawasan Borobudur dalam balutan busana berwarna putih.
Sejak sore hari, pengunjung maupun pedagang sudah memenuhi area mulai dari parkiran hingga ke halamn tempat diselenggarakannya festival. Bahkan sejak pagi dan hari sebelumnya, kawasan Borobudur tidak pernah sepi pengunjung. Setelah mendapat tempat parkir, kita bisa masuk melalui pintu-pintu yang sudah disediakan. Dari pendopo masuk, pengunjung diarahkan sesuai dengan tiket yang dimiliki, online ataupun offline. Keduanya mendapat pelayanan sama baik. Pelaksanaan festival pun tidak jauh dari pintu masuk.
Rangkaian acara dimulai dengan kata sambutan panitia penyelenggara serta beberapa pejabat yang hadir. Bersyukur atas langit yang cerah sehingga acara outdoor bisa dilaksanakan sesuai rencana. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan berbagai prosesi yang dipimpin oleh para biksu, lengkap dengan penerjemahnya. Kalimat-kalimat baik dilantunkan dengan lembut dan merdu, menambah kekhidmatan acara. Sebelum menerbangkan lampion, dilakuakn dulu prosesi meditasi yang dipimpin oleh biksu dan doa-doa baik untuk seluruh dunia, dilanutkan dengan menyalakan lilin bersama. Api lilin yang hanya bersumber dari satu api, disini trus ditekankan bahwa cahaya, kebaikan, serta kebahagiaan seharusnya seperti ini. Terus dibagi dan disebarluaskan hingga mampu menerangi seluruh alam.Kemudian kembali dilaksanakan meditasi agar semua peserta bisa lebih memaknai proses pelepasan lampion nantinya, bukan hanya sekedar berharap apa yang diinginkan dapat dikabulkan, namun juga untuk melepas hal-hal duniawi yang berlebihan. Berdoa, memohon ampun, menyucikan diri. Ada iringan memercikkan air juga sebagai simbol kejernihan diri.
Hingga akhirnya secara berkelompok, yang terdiri dari minimal empat orang, dimulailah pemasangan lampion sesuai intruksi. Karena lampion terbuat dari kertas yang mudah terbakar, para peserta terus diingatkan untuk berhati-hati. Jangan sampai robek ataupun terbakar. Peserta mulai menyalakan sumbu ditengah lampion dengan api yang sudah nyala sebelumnya. Sesuai arahan, peserta perlu menunggu sekitar dua menit hingga lampion cukup panas untuk bisa terbang. Terakhir, panitia mulai menghitung mundur dari dua puluh - sembilan belas - delapan belas ... - tiga- dua - satu ... dan.. terbanglah ribuan lampion itu memenuhi langit dengan cahayanya.
Semua berjalan lancar, langit malam menjadi gemerlapan, terlihat sangat indah, seperti yang bisa dilihat pada cuplikan ini
Dalam artikelnya, mereka berargumen bahwa kemana arah terbang dan berakhirnya lampion berada diluar kendali kita. Mendaratnya lampion bisa dimana saja, entah di darat ataupun di laut. What goes up must come down. Sampah inilah yang dinilai sebagai masalah. Di beberapa negara lampion yang masih menyala menimbulkan insieden kebakaran yang cukup serius. Pendaratan sampah lampion yang tidak terduga juga bisa menjadi ancaman bagi binatang yang tidak sengaja menelannya. Beberapa resiko berbahaya tersebut memicu pelarangan terbang lampion di beberapa negara seperti Austalia, Jerman, New Zealand, Spanyol, dll. Kritik serupa juga disampaikan oleh zerowastenusantara tentang perlunya perhatian khusus pada aktivitas ini.
Mungkin jika dibahas lebih lanjut, bukan tidak mungkin isu agama akan menjadi sorotan. Cukup sensitif dan perlu kehati-hatian ekstra, namun jika dilihat dengan jernih dan lebih luas dari sejarah dan ulasan yang disampaikan, ini tidak menyinggung sama sekali. Ritual, simbol, dan apa yang kita lakukan dalam meneruskan tradisi, bagaimanapun, tidak akan bisa lepas dari dampaknya pada tempat yang kita huni. Perkembangan pengetahuan dan isu yang semakin urgen tentang lingkungan akan terus dibawa terkait dengan apa saja, apalagi dengan kegiatan yang terbukti memiliki resiko berbahaya. Bisa dipahami, kita ingin tetap melanjutkan apa yang sudah dilakukan turun temurun dari leluhur, ditambah dengan seremonial itu rasanya kita bisa lebih memaknai hidup dan bisa hidup lebih baik. Namun menyadari dampak atas apa yang kita lakukan juga tidak kalah penting. Mungkin ini saatnya kita bepikir alternatif apa yag kita miliki untuk bisa tetap menghormati tanpa membawa resiko tidak baik. Bukankah semua ajaran kita menekankan pada unsur-unsur kebaikan untuk seluruh alam?
Salam, Nasha
Referensi:
https://waste4change.com/blog/bahaya-balon-lampion-terbang/
https://voi.id/bernas/5600/filosofi-buddha-menerangi-dunia-dalam-festival-lampion
https://www.kampussemarang.com/tim-pkm-polines-ciptakan-lampion-unik-dari-limbah-kertas/
https://www.liputan6.com/hot/read/5220023/8-cara-membuat-lampion-dari-botol-bekas-dekorasi-cantik-ramah-lingkungan
0 Comentarios
Mau nanya atau sharing, bisa disini!