Kegiatan membaca mungkin makin banyak ditinggalkan seiring dengan mudahnya akses pada video. Alamiahnya memang menonton akan jauh lebih menarik bagi sebagian besar orang daripada membaca, karena tidak dibutuhkan kerja otak yang keras saat menonton. Hanya melihat langsung tanpa perlu membayangkan, sudah berwarna-warni, lengkap dengan suaranya juga. Apalagi sekarang, bukan hanya siaran yang lulus sensor saja yang bisa kita saksikan, rekaman video tanpa diedit yang kita tidak tahu pembuatnya pun, bisa dengan mudah kita akses. Jumlah video meningkat tajam dengan jenisnya yang semakin beragam. Hanya dengan gerakan jari, modal biaya yang juga lebih sedikit, menonton jauh lebih memikat dibanding kegiatan membaca yang perlu membeli/ meminjam buku terlebih dahulu.
Zaman kita kecil dulu, mungkin ambil masa sebelum abad melenium, tidak sulit menemukan anak yang punya hobi membaca, menenteng komik kemana-mana, namun pemandangan itu adalah hal sulit yang kita jumpai saat ini. Banyaknya adalah anak yang menggenggam hp bahkan saat makan di meja makan. Pemandangan yang makin hari makin lumrah.
Padahal, ada banyak sekali pembahasan mengenai perbedaan dan dampak yang kita dapatkan dari kedua aktivitas ini.
Membaca Lebih Baik
Kegiatan saat senggang, ataupun sengaja menyempatkan diri untuk melakukan, membaca telah banyak digantikan dengan menonton. Baik itu menonton TV, streaming, ataupun sekedar scrolling foto serta video pendek di media sosial. Hal yang jauh lebih mudah dan juga lebih murah. Segala informasi bisa didapatkan dari tontonan, namun sayang menonton tidak akan pernah bisa menggantikan proses membaca.
Singkatnya, menonton merupakan kegiatan pasif otak dibandingkan membaca yang membutuhkan kerja 'lebih' dari otak, mungkin ini mengapa menonton menjadi lebih menarik bagi sebagian besar kita. Kabar baiknya, kerja lebih otak saat proses membaca itu memiliki banyak dampak positif. Saat membaca, darah mengalir ke bagian otak yang berperan pada konsentrasi dan kognisi, hal yang tidak terjadi pada proses menonton. Dimana otak hanya pasif diam menerima.
Memang, sekarang menonton bisa dijadikan sebagai sumber informasi namun sayangnya informasi yang didapat dari kegiatan menonton tidak dapat bertahan lama, jauh lebih rendah dibanding informasi yang didapat dari proses membaca. Mungkin benar bahwa apa yang mudah didapat akan mudah hilang juga. Penjelasannya, karena menonton hanya sebatas aktivitas copy paste apa yang disajikan sedangkan membaca merupakan kegiatan yang jauh lebih kompleks. Aku sendiri mencoba untuk membuktikan, aku merasa follow para creators dengan nilai sesuai yang aku ingin, aku merasa melihat konten mereka insightful, namun setelah puasa bermedsos, aku gak ingat konten apa aja yang pernah aku akses dan aku rasa dulu bermanfaat itu. Beda dengan materi yang aku dapat dari buku bertahun lalu. Mungkin benar, karena otakku benar-benar bekerja saat membaca.
Sama halnya dengan pikiran anak, saat dibacakan buku, anak hanya mendengar suara kita, lalu otak akan aktif menghubungkannya dengan gambar pada buku, saraf otaknya akan aktif menghubungkan potongan-potongan stimulasi yang ia dapat dari berbagai indera tersebut hingga anak bisa merangkai dan memahaminya. Informasi yang didapt dari proses kompleks ini jelas akan bertahan lebih lama, anak juga berlatih untuk berpikir secara menyeluruh dan lebih luas.
Bukan hanya itu, dengan membaca anak juga melatih daya imajinasi dan kreativitas, kemampuan yang sangat dibutuhkan untuk kehidupan. Hanya dari rangkaian kata, anak dan kita sebagai orang dewasa mampu memahami dan membayangkan kejadiannya, bahkan seringkali kita terbawa perasaan, ikut merasakan emosi yang disampaikan hanya melalui tulisan. Sebagain besar ahli menyatakan proses ini mampu meningkatkan empati kita dalam berhubungan dengan orang lain.
Banyak orang meninggalkan kegiatan membaca karena dianggap sebagai kegaitan yang memakan banyak waktu. Padahal proses itulah justru yang menjadi daya pikatnya. Proses panjang itulah yang akan membantu kita, di zaman serba instant ini, untuk lebih memahami bahwa tidak segala sesuatu bisa instant terjadi, semua butuh proses panjang. Kita perlu belajar bersabar, berlatih memproses, tidak langsung bereaksi, tidak menuntut apa-apa harus sat set sat set.
Dalam jangka panjang, proses membaca ini juga terbukti dapat mencegah penyakit yang berkaitan pada daya ingat di masa mendatang. Alzheimer, demensia, merupakan penyakit yang terbukti secara ilmiah dapat diturunkan resikonya dengan proses membaca. Berbagai penyakit mental pun dapat dicegah akibat saraf otak yang terus bekerja diberbagai area selama proses membaca tersebut. Semua ini berkaitan dengan aktifnya otak didapat dari kebiasaan membaca.
Membiasakan Membaca
Setelah mengetahui berbagai dampak baik dari membaca, bukan hanya untuk anak tapi untuk kita ya. Jangan tinggalkan kebiasaan membaca yang kita pupuk sejak kecil itu. Kita bisa mulai kembali, tidak perlu buku 'berat' non fiksi, tidak masalah jika masih suka buku fiksi. Toh, otak kita sudah mampu membedakan mana yang baik dan buruk, hanya perhatikan saja apa yang kita konsumsi akan mempengaruhi pikiran dan tindakan kita nantinya.
Kebiasaan membacanya dulu lah yang perlu kita latih. Supaya otak kita terus terbiasa bergerak aktif, harapannya saat tua nanti kita bisa terus sadar, mampu mengurus diri sendiri, lebih syukur lagi mampu memberimanfaat pada orang lain. Dalam salah satu perbincangan, Prof. Quraish Shihab merangkum manfaat membaca untuk meningkatkan pengetahuan, meningkatkan kesadaran, dan menghindarkan dari kegiatan negatif. Rasanya ini highlight yang sangat komplit. Lebih baik membaca kan daripada scrolling lalu overthinking, atau terus memperlihatkan hal-hal untuk memenuhi haus validasi diri?
Kita bisa mulai membiasakan membaca dari diri sendiri, untuk menularkan kebiasaan baik itu kepada anak-anak kita. Berikut beberapa kebiasaan baik seputar membaca yang bisa kita terapkan di rumah.
- Menjadi teladan dengan membaca disekitar anak
Anak kebanyakan melakukan dari melihat bukan mendengar. Maka percuma koar-koar meminta anak membaca jika kita sendiri tidak membaca, malahan asyik bergadget. Tentu ia akan penasaran dan tertarik pada hal-hal dimana orang-orang sekitarnya sellau terikat dengan itu, handhone misalkan. Tanpa perlu dikenalkan pun, anak akan bertanya dan ingin tahu apa yang dipegang dan terus dilihat oleh sebagian orang di sebagian besar waktunya. Mulailah membaca disamping anak bermain, perlihatkan keseruan membaca pada anak, tunjukkan ekspresi gembira setelah membaca itu.
- Membacakan anak buku cerita sejak bayi
Perkenalkan anak dengan buku bisa dilakukan sejak bayi, bahkan juga sejak dalam kandungan. Selain meningkatkan daya intelektual anak, mendengar suara orang tua yang membacakan buku juga bisa menenangkan anak dan menguatkan ikatan hubungan tersebut. Biar anak belum mengerti, namun dengan mendengar ia sudah belajar banyak hal. Ini stimulus yang sangat baik bagi perkembangan otak dan kesehatan anak.
- Menyediakan fasilitas membaca
Sebelum meminta anak membaca, jelas kita perlu dulu bukunya. Buku yang anak suka, yang sesuai dengan tingat kemampuannya, yang bisa dengan mudah ia raih. Permudah anak untuk aktivitas membaca. Biarkan anak memilih buku yang ia ingin dibacakan atau baca sendiri, letakkan buku di tempat yang terjangkau oleh anak, dan sediakan pilihan anak yang beragam. Ajak anak ke toko buku atau perpustakaan, jadikan tempat penyediaan buku sebagai pilihan untuk tempat yang ingin anak kunjungi.
- Membatasi akses pada kegiatan lainnya
Anak belum memiliki kesadaran seperti kita yang memahami benar pentingnya membacadan berbagai dampak positifnya. Sedangkan kita yang sudah tahu saja masih susah untuk mulai membaca, apalagi anak. Ia hanya akan memilih hal yang menarik baginya. Maka jalan satu-satunya adalah dengan membatasi, mengurangi, menyingkirkan opsi kegiatan lainnya, seperti menonton atau bermain game. Bosan diawal akan mendorong (jangan memaksa) anak pada opsi yang tersisa yakni membaca.
- Percaya pada proses kemampuan anak
Kemampuan otak anak masih jauh dibawah kita orang dewasa. Otaknya akan terus berkembang seiring waktu dan stimulus yang ia dapatkan. Wajar jika anak tidak mengerti dalam sekali, dua kali, tiga kali, tujuh kali membaca. Wajar jika ia bertanya, bertanya lagi, bertanya terus, terhadap hal yang ia tidak pahami. Sabar menghadapi anak yang bertanya berulang-ulang, karena ia sedang merangkai potongan informasi. Bahkan buka forum diskusi, buka komunikasi dua arah agar anak belajar juga menganalisis, latih critical thinking mereka. Percaya bahwa anak ini mampu memahami. Percaya bahwa proses ini berdampak baik, pada perkembangan otak anak, pada kebiasaannya untuk bersikap kritis, pada tahapan kita membangun pola pikir anak yang mau bertumbuh (growth mindset)
- Menciptakan pengalaman menyenangkan
Di tengah aktivitas kita yang banyak menyita waktu, luangkan waktu untuk kegiatan membaca bersama anak. Jadikan membaca bersama sebagai quality time yang akan anak kenang sepanjang hidupnya, sebagai bahan pengikat hubungan orang tua anak yang bisa digunakan untuk bekal bagi anak menghadapi berbagai kesulitan dalam hidupnya nanti. Tunjukkan berbagai ekspresi dan reaksi positif dalam proses membaca dan setelahnya. Pengalaman menyenangkan dari membaca yang kita tanamkan sejak dini ini akan anak terus bawa bahwa membaca, belajar, itu menyenangkan. Harapannya ia bisa tumbuh dengan pola pikir itu dan menjadi orang yang mau terus dan tidak akan berhenti belajar (lifelong learner).
Semoga Allah mudahkan! 💙
Salam, Nasha
0 Comentarios
Mau nanya atau sharing, bisa disini!