Ramadhan sudah memasuki hari-hari terakhir sebelum bulan berganti dengan syawal. Sebagain kita mungkin sudah tidak sabar ingin berganti bulan, sebagian lagi mungkin ada sesalnya, merasa belum optimal memanfaatkan kebaikan di bulan ramadhan. Tidak apa, rasakan secukupnya saja, karena memang apa yang datang akan pergi, apa yang ada akan berlalu. Namun, dari banyak yang menyesal itu, bisa dibilang lebih banyak lagi yang bergembira. Suka cita kemenangan sudah terasa dari hari-hari sebelumnya. Merasa sudah bersusah puasa di bulan ramadhan, menahan diri dari segala yang tidak dianjurkan, hingga merasa lepas di syawal nanti, bisa mengeluarkan semuanya saat lebaran.
Namun, apakah benar kita sudah meraih kemenangan?
Kemenangan di Hari Lebaran
Banyak yang menyebutkan bahwa kemenangan di hari lebaran itu
karena saat ramadhan dianggap kita sedang berlatih menahan diri. Berpuasa
sebulan penuh untuk menahan hawa nafsu dan menjaga diri dari hal-hal kurang baik,
mulai dari haus, lapar, juga nafsu, amarah, perasaan-perasaan tidak baik yang
mungkin muncul. Menyadari dan memohon ampun atas apa yang disebutkan bisa
merusak puasa. Kita mengenyampingkan dulu hal-hal lain, mengubah prioritas
untuk bisa mengutamakan ibadah sunnah yang hanya ada di ramadhan, seperti taraweh
atau tilawah quran serta i’tikaf di malam-malam terakhirnya. Perbanyak ibadah, menunaikan
zakat, mengeluarkan sedekah, saling berbagi, juga ada yang berkesempatan
ramadhan di tanah suci.
Kemenag dalam website resminya (https://jabar.kemenag.go.id/portal/read/perjuangan-rabbani-meraih-kemenangan-di-hari-raya-idul-fitri),
membagi kemenangan ramadhan menjadi tiga bentuk yaitu kemenangan spiritual,
emosional, dan intelektual. Kemenangan spiritual dimaksudkan sebagai kemenangan
jiwa, yang bisa bersih dan suci dari berbagai noda seperti penyakit sombong,
dengki, syirik, perkataan kotor, dan sebagainya yang bisa membuat ketenteraman
jiwa kita terganggu. Puncak kemenangan spiritual tentu jika seseorang sudah bisa
menerima dan melaksanakan apapun ketentuan Allah, bahkan dengan berkorban,
hanya demi Allah dan Rasulullah.
Sedangkan kemenangan emosional artinya saat emosi yang hadir
bisa kita terima dan kendalikan reaksinya. Bisa merasakan secukupnya dan menyikapinya dengan bijaksana. Tercermin dari karakter
yang bisa tenang dan sabar terhadap apapun yang datang menghampiri. Sabar
sendiri adalah sifat mulia yang sering kali disebutkan, dan ramadhan bisa
melatih kita untuk itu. Lebih sabar menunggu berbuka, lebih sabar menghadapi
kejadian yang ada-ada saja. Lebih kuat dengan bisa mengendalikan diri. Lebih
jujur dan amanah dalam melaksanakan kewajiban, karena hanya kita dan Allah yang
benar-benar tahu bagaiman puasa yang kita jalani. Serta lebih peduli dan bisa
berempati dengan apa yang orang lain alami.
Ibadah ramadhan juga bisa memberi kita kemenangan
intelektual, yang ditandai dengan meningkatnya kesadaran pada hal-hal yang
tepat dilakukan untuk mencapai keseimbangan diri. Mampu membedakan perkara
hak-kewajiban, halal-haram, serta manfaat-mudharat. Dengan berpuasa kita jadi
lebih berhati-hati dalam bertindak, takut apa yang dilakukan bisa merusak puasa
seharian. Latihan beginilah yang perlu diteruskan, bahwa hal yang merusak puasa
itu memang bukan hal baik, yang dalam jangka panjangnya juga bisa merusak diri
kita.
Singkatnya, Ramadhan seharusnya bisa menambah kesadaran kita
akan ketaatan pada Allah dan pentingnya menebar manfaat untuk kemaslahatan
orang banyak. Karena seharusnya setelah ramadhan, kita punya perisai untuk hawa
nafsu diri sendiri serta punya empati untuk meningkatkan kepedulian pada sesama.
Setelah sebulan latihan, ini bulan yng tepat mempraktikkan latihan kiat pada
kehidupan yang sesungguhnya.
Hadis riwayat Imam at-Tirmidzi,
"Wahai manusia, tebarkan salam, berilah makan, sambunglah tali silaturahim, dan shalatlah pada malam hari saat manusia tertidur, niscaya kalian akan masuk ke dalam surga dengan selamat.”
Saatnya Mengubah Kebiasaan
Setelah memahami benar makna kemenangan ramadhan tentang
ketaatan pada Allah, mengendalikan diri, srta lebih peduli; kita seharusnya
bisa perlahan mengubah kebiasaan-kebiasaan kecil selanjutnya. Beberapa
diantaranya:
- - Mengendalikan Reaksi
Berbagai data dari tahun ke tahun menyebutkan bahwa bulan
ramadhan jumlah limbah makanan meningkat sangat tajam dibandingkan bulan-bulan
lainnya. Selain data, kita bisa lihat dalam lingkungan rumah tangga sendiri,
jadi ada lebih banyak makanan sisa yang akhirnya terbuang tidak? Atau mungkin
kita juga bisa melihat sekitar, berapa banyak penambahan jumlah orang berjualan
makanan padahal frekuensi makan kita justru berkurang?
Nafsu untuk makan yang ditahan saat siang tidak perlu
dilampiaskan saat malam. Nafsu tidak bisa makan juga tidak perlu dialihkan
dengan belanja makanan yang tidak terkira jumlahnya. Sadari cukup kapasitas
perut kita, kalau memang dua tiga potong sudah cukup, maka tidak perlu
menyediakan sampai seputluh potong. Kalau memang dua tiga jenis makanan sudah
memenuhi, tidak usah ambil lima enam jenis hanya karena kepinginan kelihatan
lezat saat berpuasa. Mengendalikan diri bukan hanya menahan lapar, tapi
keseluruhan apa yang kita kerjakan.
Lanjutkan di hari lebaran, berbagai panganan memang menarik
mata untuk disajikan. Disusun penuh di meja makan, tapi makanan bukan pajangan.
Pemanfaatan utamanya untuk dimakan. Ukur cukup untuk dimakannya seberapa.
Terapkan pola secukupnya.
Bukan hanya makanan, saat puasa kita merasa tidak ingin
menyia-nyiakan haus lapar seharian dengan amarah, maka hari selanjutnya juga
peru begitu. Latihan untuk tidak buru-buru bereaksi. Pertimbangkan dan pikirkan
baik-baik sebelum memutuskan akan berbicara atau melakukan apa. Latihan untuk
menahan diri ini yang penting untuk kita teruskan agar bisa hidup lebih baik
dengan berkesadaran.
- Peduli dan Berbagi
Di ramadhan kita sepertinya lebih terpacu untuk berbagi,
memberi, padahal di bulan-bulan lain tetap saja banyak orang yang butuh bantuan.
Di bulan lain, mereka juga tetap perlu makan, jadi tiga kali malah, mereka tetap
perlu biaya untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Latihan berbagi di ramadhan ini
hendaknya kita jadi bisa lebih bersimpati pada orang lain. Setidaknya haus
lapar yang kita hadapi untuk mendapat kebaikan, banyak orang yang haus lapar
karena tuntutan keadaan. Disitu, kita dilatih lebih berempati lebih peduli. Memang,
di ramadhan kita jadi lebih terpacu akan lipatan balasan kebaikan di ramadhan,
namun dengan nama Allah dengan tujuan menolong, meringankan beban, semoga Allah
saksikan ketulusan dan juga lipat gandakan.
- Mengutamakan Ibadah
Banyak ibadah wajib maupun sunnah yang hanya ada di bulan
ramadhan. Banyak juga penyesuaian dilakukan agar bisa tetap optimal
melaksanakan berbagai ibadah ramadhan tersebut. Semua itu membuat lebih mudah
bagi kita untuk mengutamakan melaksanakan ibadah. Namun sebenarnya bukan hanya
di ramadhan, semua bulan itu baik untuk kita manfaatkan dengan ibadah. Lagipula
ibadah bukan hanya ritual kita menyembah Tuhan namun semua kegiatan yang kita
awali dengan nama Allah.
Sehingga tidak apa jika dirasa belum maksimal ibadahnya,
kita masih diberi kesempatan memperbaiki di bulan-bulan berikutnya. Ada puasa
sunnah juga di bulan syawal dan bulan-bulan selanjutnya. Masih ada sholat
sunnah tahajud untu mengganti taraweh yang sempat terlewat. Dan akan terus ada
kebaikan disetiap huruf saat kita membaca Al-Quran.
Sebagai buah kebaikan dair ramadhan, di 1 syawal nanti kita
bisa mulai dengan melaksanakan tuntunan untuk mengenakan pakaian terbaik yang
bersih, rapi, dan menutup aurat. Memakai wewangian. Sebelum berangkat makan terlebih
dahulu, bisa dengan kurma berjumlah ganjil seperti Nabi. Lalu, mengunjungi
rumah sahabat dan saling mendoakan.
Semoga dihari (insyaAllah) kemenangan ini, kita semua bisa
benar-benar sadar kalau lebaran bukan hanya lepas dari ramadhan, lepas dari
pelatihan lalu kembali seenaknya, namun bisa sadar kalau kita diberi kesempatan
untuk melakukan peningkatan. Karena sejatinya semua bulan itu bisa kita
manfaatkan untuk kebaikan.
0 Comentarios
Mau nanya atau sharing, bisa disini!