Dalam kelompok pertemanan yang aku punya, aku termasuk yang awal-awal menikah. Aku yang diam-diam lalu tiba-tiba ngasih kabar lagi dekat eh gak berapa lama udah ada seragam dan undangan nikah. Waw! Dengan riwayat hubungan asmaraku emang jadinya gak ada yang bayangin aku akan menikah sebelum dua lima. Aku juga gak kebayang sih sesungguhnya. Gak heran, dari aku pertama ketemu suami sampai nikah aja rentang waktunya gak sampai dua tahun. Cuplikannya bisa baca disini. Jadi wajar kalau ada aja pertanyaan gimana kok bisa aku akhirnya yakin memutuskan menikah? Apa aku sebucin itu? 😂
Akhirnya pertanyaan-pertanyaan nada serupa bikin aku mikir, eh iya, kenapa ya?
Pernikahan di masa kita sekarang sepertinya gak sama dengan pernikahan zaman orang tua kita dulu misalkan. Kenal sendiri atau dikenalkan, tahu bibit, bebet, bobot dengan jelas, bisa langsung gas. Dulu juga gak ada panduan pasti gimana memilih the one and only yang akan kita nikahi. Sekarang, ada banyak panduan gimana memilih pasangan hinga meyakinkan diri untuk menikahi orang tersebut. Bisa tuker CV juga. Kepo-in sosmed-nya. Bisa saling kasih pertanyaan untuk dijawab dan jadi bahan pembicaraan di pertemuan selanjutnya. Banyak hal yang akhirnya disadari sekarang perlu banget diobrolin sebelum nikah, bahkan ada yang mengaturnya dalam perjanjian pra-nikah.
Waktu itu, ilmu aku belum sampai sana :')
Photo by Emir Kaan Okutan in Pexels
Pertanyaan Sebelum Nikah
Soal obrolan dan list pertanyaan sebelum nikah ini, belakangan emang lumayan banyak dibicarakan. Beda dengan saat aku nikah beberapa tahun lalu, entah emang baru ramai sekarang atau emang aksesku aja yang belum sampai kesana.
Mencoba cari dengan keyword question before married, ada banyak sekali artikel yang memuat daftar pertanyaan sebelum nikah bahkan di BetterTopics ada 300 pertanyaan! Maaf, aku sih udah mundur duluan lihat angkanya. Tapi laman lain seperti Brides hanya mencantumkan 12 pertanyaan esensial juga OprahDaily dengan 25 pertanyaan pokok. Pertanyaan itu berisi tentang pandangan pasangan kita terhadap sesatu, biasanya terdiri atas topik keluarga, hubungan sebelumnya, gaya hidup, pekerjaan, kondisi kesehatan, rencana masa depan, dll. Hal-hal yang dianggap perlu untuk masing-masing pasangan. Ada yang mencantumkan pilihan politik juga, dimana itu gak masalah kalau menurut kamu emang penting. Tapi kalau nggak, ya bisa diskip aja.
Daftar pertanyaan ini dianggap penting karena menurut konselor pernikahan disini, banyak pasangan yang melewatkan membicarakan hal-hal yang sebenarnya penting. Obrolan yang bisa mengurangi konflik di masa depan serta sebagai salah satu alternatif untuk mempersiapkan solusi jika ada (pasti ada sih kalau udah nikah tuh) kondisi menantang kedepannya. Masuk akal sih, setidaknya dengan mengetahui sudut pandang pasangan kita jadi bisa lebih saling memahami, jadi mengerti oh kenapa dia begini, apa yang mau dia capai, apa yang dia inginkan, bisa jadi jembatan untuk sama-sama mendukung impian masing-masing juga. Para expert juga menyarankan obrolan ini dimulai sejak awal kita menjalin hubungan dengan orang lain, bukan saat kita sudah mulai membicarakan pernikahan dengan alasan excitement menjelang nikah akan mempengaruhi bagaimana kita menilai pasangan sebenarnya.
Photo by Katerina Holmes in Pexels
Memang bukan hal yang mudah untuk membicarakan topik berat. Ada topik yang bikin kita terpaksa mengenang masa lalu yang kita gak mau lagi ingat, menghadapi perasaan dalam yang selama ini kita hindari, atau isu-isu yang ada di diri kita yang mungkin belum kita sadari tanpa diobrolin. Bisa jadi juga topik yang susah buat dipikirin, yang jadinya dihindari aja. Buatku, soal uang misalkan. Dulu males banget bahas, sekarang ya harus. Syukur sejauh ini banyak yang sepemikiran aja. Karena satu hal yang pasti, isu itu akan tetap ada disana. Kita bisa pilih untuk membicarakannya sekarang, atau nanti saat tiba-tiba muncul dalam pernikahan (dimana persoalan akan lebih banyak lagi).
Membicarakan hal-hal ini bukan berarti kita mencari kebenaran, melihat siapa yang paling benar, dan gak berarti juga kita jadi setuju sama semua hal dari pasangan. Sama sekali bukan. Apalagi dengan kemungkinan jawaban sekarang, belum tentu juga akan berwujud gitu nantinya. Bukan hanya soal gak jujur atau terbuka, tapi kita semua kan berproses, kondisi juga pengaruh ke gimana sikap kita nantinya. Nah, obrolan ini tuh dimaksudkan untuk membuka pikiran, membuka jalan diskusi, gimana nih sebaiknya kedepannya, dengan pandangan masing-masing jalan tengahnya yang mana ya. Gimana aku bisa bantu kamu, gimana kita bisa saling support, gimana kita gak menghalangi satu sama lain. Dibicarakan supaya kita bisa bekerja sama mencapai visi keluarga kita.
Bagaimana Jika Tidak
Aku adalah golongan yang nggak punya daftar pertanyaan sebelum nikah itu. Bukan karena menganggap itu gak penting, tapi simply karena gak tau aja. Kalau tau ada beginian sih, sebagai orang teoritis bakal aku kerjain ya. Emang belum mateng sih masanya itu kayanya, lol. Jangankan daftar pertanyaan, apa yang akan terjadi dan apa yang akan aku hadapi setelah pernikahan aja aku gak kebayang. Apalagi dengan perubahan arah hidupku sekarang, gak kepikiran sama sekali. Makanya waktu ditanya sama teman-teman aku rada e.. ee... apa ya...
But calm, kita bisa tetap bertanya kok walaupun setelah menikah. Jawabannya mungkin akan berbeda dan berkembang dengan bedanya kondisi dulu dan sekarang. Menarik banget sih ini buat jadi bahan obrolan, buat bisa lebih mengenal lagi, dan untuk mengonfirmasi kesimpulan yang selama ini kita pikir itu bener gak sih. Seru kan mendalami karakter seseorang apalagi pasangan sendiri!
Photo by EKATERINA BOLOVTSOVA in Pexels
Balik lagi, setelah dipikir-pikir, mungkin sekarang aku bisa menjawab, selain dengan list pertanyaan itu ada cara lain dimana kita juga bisa tahu isi pikiran pasangan.
- Melihat
Sepertinya ini cara yang paling banyak aku praktikkan sejak sebelum nikah. Tanpa perlu ditanyakan pun ada beberapa hal yang bisa aku simpulkan sendiri dari apa yang aku lihat. Actions speak louder than words katanya.
Saat bertemu keluarganya, aku tau bagaimana posisi dia di keluarga, kenapa dia memiliki karakter tertentu, apa yang aku bayangkan dengan sifat dia yang seperti itu. Aku tau banyak hal dari kondisi keluarga dan dari bagaimana dia memperlakukan keluarganya. Karena keluarga adalah lingkungan terdekat dan lingkungan pertama yang membentuk kepribadian seseorang, jadi sangat penting untuk mengenal keluarga pasangan.
Selain keluarga, aku juga menyimak gimana dia memperlakukan orang lain. Teman-temannya, bagaimana dia berteman, gimana dia berinteraksi dengan lawan jenis, sejauh mana dia mementingkan pertemanan, dan apa prioritas hubungannya. Aku juga melihat bagaimana dia bersikap dengan orang asing, bagaimana dia menempatkan diri dengan orang-orang yang gak begitu dia sukai. Sampai ke gimana dia bekerja dan berinteraksi dengan rekan kerja. Kayanya kami gak pernah terang-terangan membicarakan ini, tapi aku jadi tau batasan mana yang dia harap aku miliki, dan batasan mana yang dia tahu wajar, khususnya dalam hubungan dengan lawan jenis, isu yang rentan dalam pernikahan. Walaupun dengan rasa penasaran yang aku punya, tetap ada aja sih pertanyaan yang muncul dan akan aku ajukan.
Bukan hanya melihat hubungan dia dengan orang lain, tapi bagaimana dia bersikap atau menghadapi sesuatu. Kalau ada apa-apa tuh kan bisa terlihat dia orang yang cepat bereaksi atau bisa kalem dulu. Orang yang merespon dengan perasaan atau pikiran. Emosinya gimana, karena ini juga penting. Setelah nikah itu akan ada aja persoalan, kalau nggak sama-sama paham kondisi emosional masing-masing ya bisa beradu tuh.
Walaupun ya kadang udah banyak tanda yang terlihat tapi bisa aja terbutakan saking cintanya lol. Pantes ada istilah cinta itu buta. Jangan sampai ya, pakai perasaan tentu aja boleh tapi logika tetap harus jalan. Ada red flag yang muncul, coba dipikir ulang. Bener gak nih sanggup kalau dia begini terus, jangan mikir kemungkinan baiknya dia akan memperbaiki diri dulu deh. Karena berubah itu gak bisa cuma karena cinta sama kamu, gak bisa instant juga abis nikah terus berubah baik, perlu waktu yang panjang dan proses yang bertahap. Sanggup gak dengan segala konsekuensinya. Jawabannya hanya kamu yang tahu.
Photo by Helena Lopes in Pexels
- Bertanya
Gak semua yang kita lihat itu benar, sama dengan gak semua jawaban yang kita dapat saat bertanya itu benar dan bakal terbukti di masa akan datang, maka untuk menambah persentase keyakinan kita juga lakukan keduanya.
Bertanya itu cara paling jelas untuk kita dapat jawaban. Jelas langsung dari sumbernya, tanpa asumsi, tanpa prasangka. Mengurangi overthinking berlebihan. Tanya dengan detail. Namun, bertanya juga ada caranya sekalipun ke pasangan sendiri. Tahu kapan harus bertanya, kapan harus berhenti. Tahu bagaimana caranya untuk membuka tanpa menekan, tanpa terasa seperti menginterogasi. Tips-nya sih share dulu apa goal dari pertanyaan itu, kalau udah sama-sama setuju bisa lebih terbuka menjawab karena tahu tujuannya apa.
Sebelum nikah, aku emang gak punya daftar pertanyaan seperti artikel-artikel di atas, tapi aku tetap bertanya apa yang kepikiran penting buatku. Hal yang terjadi dimasa lalu, hal yang aku mau kedepannya, hal yang pasangan harapkan. Karena buatku yang pernah terjadi dan yang kita mau terjadi itu saling berhubungan. Berhubung aku emang dulu belum kepikiran banyak hal, jadinya aku gak bertanya banyak hal juga. Syukurnya sekarang banyak hal itu bisa dibicarakan dan didiskusikan.
Saat bertanya, aku pribadi sebenarnya adalah orang yang penasaran dan mau tau apapun dengan detail. Aku mau informasi yang sampai ke aku itu runut, jelas, dan bisa aku bayangkan bagaimana kejadiannya. Maka, bumbu obrolan dan informasi pelengkap adalah hal yang penting buatku. Nah, suamiku kebalikannya. Dia yang penting tahu point inti lalu yasudah. Jarang sekali, dia bertanya kelanjutan rinci dari apa yang aku sampaikan, sebaliknya aku akan mengulang dan merinci lagi apa yang dia ceritakan sampai jelas terbayang. Nah, kadang aku bisa tanya sampai jelas, kadang harus merelakan berlalu tergantung situasi saat itu. Apalagi volume standar suara kami yang juga berbeda, satu dua kali dia ngomong kalau aku masih belum dengar juga, yang ketiga tinggal dijawab "ooh ya" kadang tanpa tahu omongannya apa, lol.
Photo by Ketut Subiyanto in Pexels
Apa yang penting buatku belum tentu penting buat suamiku. Begitu juga sebaliknya. Tapi karena kita punya goal yang sama ya gapapa saling menjelaskan aja, saling memberi ketenangan. Apalagi buat pasangan lain, ada yang menganggap suatu topik itu bisa diperdebatkan, ada juga yang gak mau diganggu gugat keyakinannya soal sesuatu. Maka sebelum buru-buru bicarain nikah dan acara pernikahan (yang memakan waktu dan tenaga itu), coba lihat dulu gimana hubungan yang dijalani ini.
- Mendengar
Satu hal lagi yang bisa kita lakukan adalah mendengarkan dari pihak lain. Cari tahu sebanyak-banyaknya gimana pandangan orang tentang dia. Bisa dari keluarga, dari teman, atau dari rekan kerjanya. Tapi plis, jangan kaya interogasi ya. Obrolan biasa aja. Kaya kebiasaan dia, sehari-hari tu ngapain aja gimana dia, atau buruk-buruknya sekalian deh. Bukan langsung kesimpulan menurut pandangan orang itu si dia ini orangnya gimana, tapi cerita soal kejadian aja. Apa yang dia lakukan di kejadian itu, gimana responnya, nah berdasarkan cerita itulah kita sendiri yang akan menilai dia ini orangnya gimana sih.
Aku gak pernah kepikiran dengan sengaja mencari tahu tentang suamiku dari orang lain. Tapi aku pernah obrolin tentang dia, atau ada yang tiba-tiba ceritain, yang ternyata jadi bahan juga untuk aku menyimpulkan sesuatu. Oh pantesan dia begini. Oh ternyata dia pernah begitu.
- Menyerahkan
Dari aku yang gak paham-paham amat soal pernikahan apalagi ditanyai soal wejangan, utamanya adalah gimana kita menyerahkan pada Sang Pemilik Kekuasaan.
Aku gak pernah punya target, gak pernah merumuskan kriteria tertentu, tapi aku diberi seseorang yang wah ternyata emang yang begini yang aku butuhkan. Seiring tahunan pernikahan, banyak yang aku sadari belakangan. Oh, pantes aku bisa cepet klik ya sama dia, ternyata emang kita punya kesamaan disitu. Oh aku tuh orangnya begini, pantesan dikasih dia yang begitu. Dia bisa mentolerir kekuranganku, begitu juga aku bisa berdamai dengan kurangnya dia. Bagi sebagian orang mungkin kekuranganku/ kekurangan suamiku adalah hal yang bakal jadi masalah, begitu juga sebaliknya, ada kebiasaan orang lain yang gak bisa aku terima tapi diterima aja sama pasangannya.
Photo by Thirdman in Pexels
Jadi emang balik lagi ke diri kita dan pasangan masing-masing. Tahu dulu kita tipe orang yang bagaimana, kira-kira butuh yang seperti apa. Hal-hal dasar hingga remeh apa yang bisa kita terima dan gak bisa kita tolerir. Pingin jalani hubungan yang seperti apa, dan dengan orang yang bagaimana kita mau menjalani hari-hari. Lalu berserah deh, serahkan seutuhnya benar-benar ya udah. Tapi ingat, berserah bukan berarti pasrah ya, tetap mengusahakan sebelum pernikahan dan selama pernikahan itu. Pernikahan adalah perjalanan yang sangat panjang, harus diusahakan!
Salam, Nasha