Selanjutnya, pembahasan akan lebih mendetail mengenai bagaimana praktik Montessori, berupa apa saja filosofi Montessori, bagaimana Montessori membagi area belajar anak serta material pada masing-masing area, hingga bagaimana memulai menyekolahkan anak.
Filosofi Montessori
Sebelum merumuskan filosofinya, Montessori menekankan bahwa anak bukanlah kertas kosong yang bisa diisi oleh orang tuanya. Mereka adalah seorang individu yang memiliki kendali atas dirinya. Tugas kita hanya menciptakan lingkungan yang mendukung mereka mencapai keoptimalan diri mereka. Berangkat dari pemahaman itulah, filosofi Montessori antara lain:
- Follow the Child
Perlu disadari bahwa filosofi ini bukan berarti mengikuti semua kehendak anak dan membiarkan ia melakukan apapun yang ia inginkan. Namun, melalui filosofi ini Montessori menekankan agar kita melihat dari sudut pandang anak dan menghargai mereka sebagai individu yang utuh, dengan perasaan dan prmikiran sendiri.
Untuk itu, yang perlu kita lakukan dimulai dengan mengobservasi anak. Apa yang mereka lakukan, mengapa mereka melakukannya, apa yang menarik minat mereka, dst, hingga kita benar-benar memahami anak tersebut, dan mengikutinya. Sampai sejauh mana kita harus mengikuti anak? Tentu saja dengan batasan norma kehidupan, sopan santun, serta aspek keamanan.
- Freedom with Limitation
Filosofi ini berkaitan dengan filosofi sebelumnya, yang bisa diartikan sebagai kebebasan terbatas. Singkatnya, anak dibebaskan untuk melakukan apa yang ingin ia lakukan selama itu tidak membahayakan dan kegiatannya tidak menentang norma-norma yang berlaku. Karena disini ditekankan bahwa apapun yang anak lakukan adalah pemenuhan kebutuhan dalam masa perkembangannya.
Lalu, apa yang perlu kita lakukan? Singkatnya, kita perlu membuat pagar aturan yang jelas membatasi kebebasan anak. Kemudian, dalam keseharian, anak perlu diberikan pilihan-pilihan agar ia merasa memegang kendali atas dirinya. Dorong ia melakukan sesuatu, dukung ia untuk berkembang sebebasnya. Dan hal yang penting untuk ditanamkan adalah bahwa kebebasan kita yang luas itu dibatasi oleh kebebasan orang lain yang juga sama luasnya.
- Respect the Child
Filosofi ini membuat kita berkaca pada diri kita sendiri. Karena perilaku anak adalah cerminan perilaku yang ia amati. Untuk dapat dihargai, kita perlu menghargai anak. Bagaimana melakukannya? Hal-hal sederhana yang dijabarkan penulis antara lain dengan cara mendengarkan anak dengan seksama, sejajarkan mata kita dengan mata mereka, dengarkan mereka dengan sungguh-sungguh untuk memahami bukan untuk menasehati, ciptakan lingkungan yang ramah anak, serta libatkan ia dalam diskusi sebelum beraktifitas. Hal-hal keseharian inilah yang bisa membantu anak untuk merasa bahwa keberadaannya diakui dan ia dihargai sebagai ‘seseorang’
Dari penjelasan penulis mengenai filosofi-filosofi montessori ini, saya mulai melihat perilaku anak secara berbeda. Saya melihat anak sebagai individu yang memiliki pikiran, perasaan, dan pendapat sendiri, sama seperti saya. Saya juga melihat apa yang ia lakukan adalah pemenuhan kebutuhannya. Ntah itu kebutuhan pemenuhan rasa ingin tau, kebutuhan proses kemampuan motoriknya, kebutuhan penyaluran energinya yang berlimpah, dsb. Sehingga, saat anak mulai membuat saya merasa kesal, saya mencoba menghela nafas dan mencoba memahami alasan dibalik perilakunya. Dengan demikian, saya bisa menjadi lebih tenang dan berpikiran jernih merespon tindakan anak. Dan, kalaupun mereka melakukan kesalahan, kecerobohan yang tidak disengaja, well, bukankah kita juga demikian?
Area Pengajaran Montessori
Pada bab ini, penulis akan lebih detail menjelaskan tentang material-material montessori pada masing-masing area. Tentang bagaimana konsep pengajaran dan pemahaman yang diharapkan, prosesnya, serta cara penggunaan material tertentu dalam area tersebut.
- Area Praktik Kehidupan Sehari-hari
Kegiatan-kegiatan pada area ini antara lain seperti menyendok, menuang, meronce, menjepit, mengulek, dsb. Kegiatan-kegiatan rumahan yang paling familiar dengan anak ini, tentunya yang paling menarik minat anak pada awalnya. Kegiatan yang sepertinya sepele namun ternyata memiliki banyak manfaat, antara lain memperpanjang rentang konsentrasi anak, melatih otot-ototnya terutama jari tangan, melatih sikap teratur, rapi, mandiri, bertanggung jawab, dll.
Kegiatan-kegiatan ini mungkin tampak sepele bagi kita karena kita sudah bisa dan terbiasa. Namun, jika kita lihat dari sisi anak. kegiatan-kegiatan ini adalah hal baru yang belum mereka kuasai. Tentu tugas kita adalah memberi mereka ruang untuk berproses dari belum bisa menjadi bisa kan?
- Area Sensoris
Pembelajaran pada area ini akan menstimulasi kelima indera anak, bukan sebatas indera penglihatan dan pendengaran yang kebanyakan diperhatikan. Disini, anak akan dilatih untuk meraba mempelajari tekstur, kemudian menciumi bau dengan mata tertutup untuk benar-benar melatih indera penciumannya, mempelajri suhu benda, bentuk benda. Dengan tujuan utama adalah untuk melatih indera anak secara keseluruhan dan menghidupkan kepekaannya.
- Area Budaya dan Ilmu Pengetahuan
Pada area ini anak belajar mengenai hal-hal nyata yang berada di sekitar anak secara konkret. Topik-topik tersebut antara lain pengenalan bumi dengan globe, anatomi tubuh, alur hidup hewan dan tumbuhan, dsb. Waw, terdengar berat ya untuk anak usia dini? Namun, di sini saya memahami penjelasan penulis mengenai alasan pembelajaran topik tersebut. Anak perlu belajar tentang hal konkret di sekitar mereka daripada hal-hal fantasi yang jelas tidak nyata. Pembelajaran pada area ini bertujuan agar anak dapat lebih peka terhadap lingkungan mereka, lebih peduli kepada alam, dan lebih memahami bahwa ia memiliki peran dalam semesta ini.
- Area Matematika
Perlu dipahami bahwa angka adalah simbol, dan matematika adalah kuantitas yang diwakili oleh simbol. Penulis menjelaskan bagaimana Montessori menjabarkan konsep perhitungan itu dengan material-materialnya yang mengikuti cara belajar dan kebutuhan anak. Diawali dengan sesuatu yang konkret dan diakhiri dengan sesuatu yang abstrak. Sehingga saat anak melihat simbol angka 2, mereka memahami bahwa angka 2 tersebut mewakili benda yang berjumlah dua, bukan sekedar simbol.
- Area Bahasa dan Literasi
Tujuan akhir pembelajaran pada area ini adalah kemampuan anak membaca juga menulis. Namun, yang menarik bagi saya adalah bagaimana Montessori tidak serta merta mengenalkan huruf pada anak dan mengajari anak mengeja membentuk kata. Pembelajaran untuk membaca melalui beberapa tahap antara lain pembelajaran komunikasi anak, ntah itu dengan berbicara, mendengarkan, ataupun bercerita. Karena poin awalnya adalah anak memahami makna kata. Untuk itu, hal ‘spele’ yang dapat kita lakukan adalah berkomunikasi dengan anak sesering mungkin, mengajak anak mengobservasi sekitarnya dengan kalimat yang detail. Setelah itu, baru anak dikenalkan dengan bentuk huruf.
Mempelajari area-area yang dikelompokkan oleh Montessori, kita menjadi sadar bahwa metode ini memang berbeda dengan metode konvensional. Hal-hal yang anak-anak pelajari disini tidak kita temui pada metode lain. Ntah kelihatannya secara umum pembelajarannya terlalu sederhana seperti pada area kehidupan sehari-hari atau terlalu rumit seperti pada area budaya dan ilmu pengetahuan.
Dalam penutupnya, penulis mengingatkan kita untuk menjadi sebaik-baiknya teladan bagi anak. Karena anak adalah cerminan apa yang ia lihat. Ia juga menambahkan, bahwa hal yang tidak kalah penting adalah menanamkan batasan baik dan buruk pada anak. Serta, agar kita perlu menahan diri untuk terus menginterupsi proses belajar anak. Terakhir, penulis juga memberi beberapa tips dalam memilih sekolah usia dini, dan bagaimana mengawali sekolah pertama anak.
Saya juga bukan penganut metode montessori secara utuh, namun mempelajari metode ini, dan melihat bagaimana Montessori mencoba memahami anak, membuat saya belajar banyak. Mulai dari diri saya sendiri, bagaimana saya berperan sebagai orang tua, sebagai teladan yang akan dicontoh oleh anak, bagaimana anak merespon saya, bagaimana saya ingin diperlakukan, dan seterusnya. Saya pun melihat perilaku anak dengan pemahaman yang berbeda. Kegiatan membersamai anak menjadi kegiatan yang berbeda. Kegiatan yang sepertinya hanya ‘main-main’ bagi kita orang dewasa ternyata merupakan proses pemenuhan kebutuhan tumbuh kembang anak yang akan membentuk individu anak nantinya.
Sebagai orang tua, mendidik anak bukanlah perkara yang mudah. Hal yang perlu kita pahami adalah apa yang kita ajarkan sekarang, ntah secara sengaja ataupun tidak sengaja, akan menentukan arah tumbuh dan membentuk kepribadian anak. Mempelajari beragam metode dari berbagai sumber adalah salah satu cara, bagi saya, untuk dapat memahami bagaimana cara terbaik untuk menghadapi anak.
Salam, Nasha