• Anak & Keluarga
  • Kesehatan Mental
  • Perempuan & Pernikahan
  • Lingkungan
  • Review & Rekomendasi
Salam, Nasha

Jejak Perjalanan dan Catatan Pelajaran

Buku terjemahan dengan judul asli Never Get Angry Again ini cocok untuk kita yang ingin lebih dalam memahami tentang emosi dan bagaimana menghadapinya, khususnya pada jenis emosi yang membuat kewalahan seperti marah. Entah apa sebabnya, tapi kita semua pasti pernah merasa marah, kesal, kecewa, ataupun tersinggung. Dalam buku ini, Davd J. Lieberman mengajak kita untuk memahami dari mana emosi itu berasal, apa batasan baik dan tidak baik yang bisa kita lakukan, serta bagaimana mengelolanya bukan asal menekannya. 


Sekilas tentang Buku

Buku setebal 280 halaman ini ditulis oleh David J. Lieberman, seorang penulis buku asal Amerika yang juga merupakan tokoh di bidang perilaku manusia dan hubungan antarpribadi. Genrenya adalah pengembangan diri dengan subjudul Mengerti Daya Ledak Emosi dan Cara Ampuh Mengelolanya Hingga Kamu Bisa Tetap Tenang-Terkendali di Segala Situasi. Terdiri dari tujuh bagian dengan total 30 bab di dalamnya.

Bagian-bagian tersebut antara lain:

  1. Sebenarnya Alasanmu Marah Adalah...
  2. Biaya Hidup, Harga untuk Melepaskan Diri
  3. Memahami Rasa Sakit dan Penderitaan
  4. Berdamai dengan Masa Lalu, untuk Selamanya
  5. Bagaimana Caranya Mencintai Kehidupan
  6. Merebut Kembali Diri Sendiri dan Menetapkan Ulang Batas
  7. Strategi Psikologi Lanjutan untuk Hidup Bebas Amarah

Dari judul bagiannya, mungkin sudah sedikit ada gambaran bagaimana kita-kira isi buku ini. Dari mengenal diri sendiri, emosi yang ada di dalamnya, luka yang pernah ada, hingga merekonstruksi ulang pemahaman-pemahaman yang kita miliki. 

Topik yang dibahas memang tidak ringan apalagi melalui pendekatan ilmiah dari segi psikologi, namun penulis dapat menyampaikannya dengan cara sederhana. Kadang juga dilengkapi dengan contoh praktikal sehingga lebih mudah dipahami,dengan catatan, kita benar-benar fokus saat membacanya. Secara keseluruhan memang antar bagian saling berkaitan agar bisa dipahami, tapi untuk membaca ulang, tidak masalah jika hanya di bagian tertentu saja. Jadi, buku ini memang cocok untuk dewasa muda yang kadang merasa kewalahan dengan emosi diri sendiri, ingin lebih memahami berbagai emosi yang dirasakan, serta ingin hidup lebih tenang, bijaksana, dan tentunya berbahagia.


Personal Review

Menariknya, buku ini tidak langsung membahas apa itu marah, apa yang seharusnya kita lakukan, dan apa saja yang tidak boleh kita lakukan. Namun, buku ini diawali dengan penjelasan tentang diri kita sendiri khususnya emosi yang kita rasakan. Seolah kita merasa dimengerti dulu, baru pelan-pelan dibenahi apa yang selama ini keliru, yang dimulai dari diri sendiri dulu, baru pada situasi di luar diri, hingga ke hubungan dengan orang lain. 

Dimulai dengan memahami bahwa setidaknya kita terdiri atas jiwa, ego, dan tubuh. Jika jiwa ingin melakukan sesuatu yang benar, tubuh ingin merasa nyaman, ego ingin terlihat benar. Iya, terlihat. Idealnya semua harus seimbang, tapi sering kali, terutama ketika kita merasa kehilangan kendali, ego mengambil alih. Kita melakukan sesuatu agar telihat baik, sesuatu dengan pembenaran, bukan yang benar-benar benar. Inilah yang membuat pandangan kita semakin subjektif dan memicu amarah yang tidak berkesudahan.

Setelah diulik-ulik lagi, seringnya kita marah bukan karena apa yang terjadi, tapi karena persepsi yang dibangun atas ego diri sendiri. Tersinggung mendengar perkataan seseorang, ternyata yang menjadi masalah bukan kalimat orang tersebut, tapi karena ego yang terluka, pengalaman di masa lalu, anggapan dan kesimpulan yang tidak terlalu berkaitan, dsb. Inilah awal yang akan ditelaah pelan-pelan dalam buku ini.

Selanjutnya, ada pula pembahasan tentang fenomena igital yang terjadi di sekitar kita. Ketika relaita kita begitu mudah teralihkan dengan teknologi, kita terbiasa kabur dari perasaan sendiri padahal perasaan itu tidak akan kemana-mana. Ia akan tetap ada di sana, menggerogoti kepuasaan hidup kita sedikit demi sedikit. Menyisakan kehampaan dan makna yang nyaris kosong. Dari sini, kita diajak untuk bersikap apa adanya dan mau mengambil tanggung jawab secara penuh atas hidup sendiri. 

Yang lebih penting daripada jalan yang kita tempuh adalah menjadi seperti apa diri kita sepanjang jalan itu.

Bagian berikutnya kita diajak untuk berdamai dengan apa yang terjadi, baik itu di masa lalu, masa kini, juga masa depan. Berdamai pada kemugkinan-kemungkinan yang tidak sesuai harapan. Sebab katanya ketika kita paham akan pengendalian diri dan ketidak mampuan kita mengendalikan dunia, kita tidak akan lagi merasa gelisah. Tenang. Kita juga akan belajar bagaimana membina hubungan yang damai dengan orang lain, sekalipun orang tersebut tidak sesuai dengan yang kita inginkan.

Kita tidak perlu membenci diri sendiri karena orang lain membenci kita. Kita tidak perlu menyakiti diri karena orang lain menyakiti kita. Kita bukan tidak pantas dicintai karena seseorang tidak mampu mencintai kita. 

Bukankah itu kutipan yang sangat indah? Sangat melegakan. Meski kita semua tahu, praktiknya tidak semudah itu. Tapi tenang, bagian selanjutnya akan membuat kita pelan-pelan belajar menerima dan mencintai diri sendiri juga kehidupan. Dimulai dengan seni memaafkan, memberi, menerima perbedaan, mengatur batasan, serta berbagai kiat yang bisa dipraktikkan seperti cara menjalin hubungan, bersyukur,  hingga teknik pernapasan.

Mungkin kita tidak akan langsung menjadi pribadi yang tenang dan bebas amarah setelah selesai membaca buku ini. Namun, kita akan sedikit memahami tentang emosi dan memiliki pandangan yang lebih luas ketika merasakan emosi tersebut. Sedikit banyak ini akan membantu kita lebih tenang ketika merasakannya.



Salam, Nasha 

 

Tidak lama lagi, tahun ajaran baru akan segera dimulai. Sebagian anak-anak baru akan memulai jenjang pendidikan mereka, sehingga, kita mulai sibuk untuk mempersiapkan kelengkapan sekolah mereka, salah satunya adalah tas. Sebagai bagian dari kebutuhan anak, kita menginginkan tas yang terbaik, bukan hanya yang populer, tapi juga yang berkualitas tinggi, sesuai dengan kebutuhan perkembangan mereka, serta sesuai dengan anggaran. Lebih baik lagi kalau tidak merusak lingkungan, seperti bahan plastik. Nah, berikut beberapa rekomendasi tas sekolah anak, yang bisa ditemukan dalam situs belanja daring, sesuai dengan kriteria orang tua dan kesukaan anak.


Memilih tas anak, khususnya mereka yang sudah masuk ke jenjang pendidikan dasar alias tas anak SD tidak lagi sekadar lucu tapi juga harus yang nyaman untuk mereka gunakan dan tahan dengan panjangnya deretan aktivitas mereka. Anak-anak ini mulai membawa banyak buku, alat tulis, botol minum, serta bekal setiap hari. Jika salah memilih, tas bisa cepat rusak atau bahkan dapat mengganggu kenyamanan tubuh terutama punggung mereka. Tapi orang tua tidak perlu khawatir, dengan kriteria itu ada cukup banyak pilihan yang tersedia dengan harga yang cukup terjangkau. Meski kebanyakan disediakan secara daring, kriteria tadi tetap bisa kita lakukan asal mau lebih teliti membaca deskripsi maupun bertanya pada penjual.

Berikut beberapa tips sebelum memilih tas sekolah anak khususnya untuk SD kelas 1-3 atau usia 6-9 tahun:

  • Pahami kebutuhan anak sehingga bisa menyesuaikan dengan ukuran dan bahan yang digunakan
  • Sesuaikan dengan tubuh anak, dimana berat tas yang diangkut tidak lebih dari 10-15% dari berat badan anak
  • Ukuran yang direkomendasikan adalah tinggi 30-40cm atau lebih dari 10L
  • Pilih bahan yang berkualitas, tahan lama, nyaman, juga ramah lingkungan, salah satunya dengan hindari bahan polyester dan turunannya. 
  • Cari tas dengan tali bahu yang empuk dan bisa diatur, serta memiliki bantalan punggung agar lebih nyaman
  • Perhatikan jumlah kompartemen seperti ruang utama untuk buku, ruang untuk botol minum, serta kantong bekal juga kantong untuk alat tulis jika diperlukan
  • Pertimbangkan desain yang memang disukai anak, agar mereka lebih bersemangat

Setelah saya coba mencari, ternyata kriteria yang sulit dipenuhi bukanlah yang murah terjangkau, melainkan yang bahannya bukan polyester ataupun nilon. Ternyata, banyak sekali produsen yang menggunakan bahan-bahan ini termasuk turunannya untuk menciptakan produk tas. Kalau bukan 100% tetap ada campuran polyester atau turunannya seperti cordura, dolby, crinkle, 600D, dll. Perlu diketahui, kedua bahan ini adalah serat sintetis yang terbuat dari minyak bumi, yang tidak dapat terurai secara alami, bahkan saat pencuciannya dapat melepaskan mikroplastik. Artinya, mulai dari proses pembuatan hingga nanti ketika menjadi barang yang tidak digunakan, bahan ini sangat  membebani bumi. 

Karena itu, rekomendasi berikut ini akan menampilkan tas yang terbuat dari bahan alami atau setidaknya mengandung sedikit bahan sintetis (jika sulit sekali memilih yang tidak ada sama sekali), model ransel, berharga tidak lebih dari 300ribu, dan dengan varian yang bisa dipakai untuk anak laki-laki maupun perempuan. Semua tautan dapat langsung diakses menuju ke marketplace, dengan harga yang tertera adalah harga denngan potongan voucher aplikasi. 

  • Twostrap - Mini Woofly Backpack


Ransel aneka warna yang terdiri dari satu kompartemen utama, laptop sleeve maksimal ukuran 11.5 inch, serta kantung bagian dalam dan depan untuk barang-barang yang lebih kecil. Terbuat dari bahan canvas ukuran 25.5 x 12.5 x 32 cm atau 11L. 

Rp 151.300

  • Skoola - Tas Ransel Dino Vinzel


Dengan dimensi 27 x 13 x 36 cm dan gambar dinosaurus yang penuh warna, tas yang terbuat dari canvas cordura ini cocok untuk ransel sekolah anak. Terdiri dari satu kompartemen utama, satu kompartemen di depan, kantong untuk botol minum di kiri kanan, dan back strap yang bisa disesuaikan.

Rp 150.450

  • Amicu - Backpack Kuuro Bag

Tas aneka warna dengan motif binatang sederhana di bagian depan, yang dibuat dari bahan canvas ini cocok untuk tas sekolah anak. Dengan dimensi 24 x 11 x 31 cm, ransel ini dilengkapi dengan kompartemen utama, dua kompartemen depan, serta dua kompartemen samping untuk botol minuman.

Rp 174.000

  • Kaija - Kitaro Bags


Pilihan ransel dengan warna-warna 'bumi' seperti hitam, coklat, serta hijau tua. Terbuat dari bahan canvas berdimensi 36 x 12 x 41 cm atau setara 20L, bisa menjadi pilihan orang tua dan anak penyuka gaya simple atau aktivitas outdoor.

Rp 213.945

  • Hoofla - Tas Ransel PimPom

Ransel polos dengan perpaduan berbagai warna yang bisa dipilih. Terbuat dari bahan canvas dengan ukuran 29 x 12 x 37 cm yang terdiri dari satu kompartemen utama, dua kompartemen tambahan di depan, laptop sleeve hingga 11 inch, kantong botol minum, dan strap bahu tebal yang bisa disesuaikan.

Rp 117.512

  • CRSL - Daysic Backpack

Pilihan ransel polos dengan perpaduan warna yang bisa untuk laki-laki dan perempuan. Dengan bahan canvas dan dimensi 28 x 12 x 40 cm atau setara 13L, tas ini bisa memut laptop hingga 14 inch, tambahan kantong botol minum, serta kantong kecil di bagian belakang tas.

Rp 204.085

  • MLF (My Little Fairies) - Hero Backpack

Tas anak motif logo superhero berupa avengers, spiderman, juga soccer yang dibuat dari bahan printed canvas dan tambahan sequin pada bagian depan yang dapat menjadi daya tarik tambahan bagi anak. Dengan dimensi 28 x 11 x 35 cm, ada kompartemen utama yang dilengkapi retsleting, kantong botol minum, dan tali bahu yang dapat disesuaikan. 

Rp 152.150

  • Haeykids - Ransel Buddybag

Tas polos dengan beberapa pilihan warna yang dirancang dengan model simple berukuran 28 x 12 x 43 cm atau setara 20Lyang bisa menampung berbagai keperluan sekolah termasuk laptop 14 inch. Terbuat dari bahan canvas yang terdiri dari kompartemen utama, kompartemen tambahan di depan, dan kantong botol minum di samping.

Rp 141.680

  • Sovlo - Cloud Backpack


Dengan desain unik, tas ini berdimensi 20 x 13 x 30 cm yang dapat menyimpan gadget hingga ukuran 11 inch. Terbuat dari bahan kanvas dengan kompartemen utama dan kompartemen tambahan di depan. Tali tas bisa disesuaikan dan ada pula kantung untuk botol minum yang disediakan.

Rp185.215


Sekian informasi untuk tas ransel sekolah anak dengan bahan yang dipilih bukan dari poliester. Mungkin sedikit lebih rumit, tapi semoga sedikit usaha kita ini menjadi catatan kebaikan kita dalam rangka menjaga bumi, planet untuk ditinggali anak-anak kita ini nanti. Semoga bermanfaat!



Salam, Nasha

Drama Korea besutan Netflix, Resident Playbook resmi mengakhiri cerita mereka pada pekan lalu di episode ke-12. Sebagai spin-off dari semesta Hospital Playlist, serial ini mengisahkan kehidupan para dokter residen di departemen obstetri ginekologi Rumah Sakit Yulje. Selama enam minggu, penonton diajak mengikuti tahun pertama keempat tokoh dengan masing-masing yang penuh tekanan, haru, tawa, juga berbagai kutipan bijaknya. Lebih dari sekadar dinamika dunia medis, berbagai potongan percakapan disini menyuguhkan sisi manusiawi para dokter muda yang terus belajar dan tumbuh dengan bijaksana. 



Saya tidak memungkiri ada keraguan pada awalnya ketika drama ini direncakan rilis. Selain pemerannya bukanlah aktor terkenal, selain Go Yoon Jung, keberhasilan Hospital Playlist season 1 dan 2 menciptakan standar tersendiri yang sepertinya bakal sulit ditembus. Namun setelah menyaksikan ke-12 episode Resident Playbook setiap minggunya ini, keraguan saya terpatahkan. Bahkan sulit rasanya move on dari imaji karya bersama Shin Won Ho dan Lee Woo Jung ini. Dari tahun pertama yang dikisahkan di sana, saya akan merangkum berbagai kutipan bijak yang terselip dalam dialog para tokohnya. Ternyata, lebih dari wawasan tentang dunia medis, kita juga belajar untuk menjadi manusia yang tidak berhenti tumbuh dan belajar makin bijaksana.

“You can get praised at home or school for coming in first place, but this is a hospital. Here, instead of your own desires, it’s where you put your patients first.”  

Ku Do Won

Dari awal muncul memang Ku Do Won ini tampak sebagai senior yang dapat mengayomi juniornya sekaligus sebagai dokter yang dapat diandalkan pasien. Ini potongan dialog pada episode awal ketika Kim Sa Bi seolah terus menargetkan diri menjadi yang pertama bahkan dalam mendapatkan tanda tangan pasien.

“It was my first time, so how could I possibly know anything?"

Chu Minha

Kehadiran Chu Min Ha bukan hanya sebagai pemanis tapi juga memberi kesan yang baik. Ia berbagi pengalamannya sebagai residen kepada Oh Yi Young yang datang mengantarkan pasien. Maksudnya bahwa kita semua berproses, bertumbuh, belajar dari tidak tahu menjadi tahu. 

“A full stomach makes you happy and keeps you from wanting to quit.” 

Ki Eun Mi

“It’s all about sleep. A good sleep resets your mood.”

Cha Dahye 

Ini percakapan yang cukup lucu antara residen senior termasuk Ku Do Won. Mereka membicarakan residen tahun awal di minggu ketiga, ketika semua beban terasa berat dan mereka belum terbiasa. Untuk membuat mereka bertahan, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan. Cukup makan dan tidur memang mujarab, tapi seperti kata Do Won, kuncinya tetaplah di gaji.

"So see things while you still have time and do things while you still can. Then you’ll have fewer regrets when you die. And you’ll miss them less. I hope you’ll live that kind of life.”

Elderly Patient

Itu adalah potongan wejangan dari seorang pasien, nenek yang akan menjalani operasi kepada Nam Kyung. 

“It’s always better to have company when you’re scared.” 

Kim Jun Wan

Kalimat penutup dari Jun Wan yang menemani Prof. Seo untuk menghadapi pasien yang menghadapi kematian bayinya dengan kasus sama seperti kehamilan sebelumnya. Meski ia dokter dan berkali-kali menghadapi kasus serupa, tidak menjadikannya lebih mudah dihadapi apalagi dengan kesedihan pasien.


“Wasting others’ time and getting them involved because you won’t take responsibility. That’s incompetence.” 

Ku Do Won

Lagi-lagi Dowon dengan kebijaksanaannya, ketika Um Jae Il bolak-balik merepotkan seniornya karena ia tidak yakin dengan kemampuannya sendiri yang sama saja dengan enggan bertanggung jawab atas hasil kerjanya sendiri.

“Don’t hide and cry. Don’t pretend to smile when you’re sad. Just do whatever you feel like doing.” 

Oh Yi Young

Rasanya sulit untuk menahan air mata ketika Oh Yi Young akhirnya mengungkapkan isi hatinya saat ditinggal oleh ibunya. Di sini, ia menceritakan apa yang terjadi saat itu, apa yang ia rasakan, dan bahkan memberikan nomor telefonnya kepada seorang anak yang baru saja kehilangan ibunya. Orang bisa saja menyuruh kita kuat, tapi tidak mungkin untuk bisa kuat, tetap jadi anak baik, dan tidak bersedih saat kehilangan seorang ibu.


“Wasting your energy and time on something that won’t ever improve is only a loss for you in the end, so why do it?” 

Ku Do Won

“Whether I can fix them or not is not my problem. I have to speak my mind. I was the one negatively affected. Why should I tolerate, too?” 

Kim Sa Bi

Ini percakapan yag saling berlawanan tapi saya setujui keduanya. Percakapan yang berhubungan dengan cara menghadapi orang yang tidak sepaham bahkan menyebalkan. Do Won bisa jadi benar untuk tidak menggubris orang itu, tapi Sa Bi juga benar untuk mengekspresikan kekesalannya. Mungkin ada kalanya kita bersikap seperti Do Won, mungkin ada kalanya pula kita bereaksi seperti Sa Bi. 

“Even if you have to force yourself, try to eat. You must be so sad, so at least you won’t have to think about this.” 

Oh Yi Young

Adegan ini juga mengundang air mata, ketika Yi Young mengajak seorang pasien yang kehilangan janinnya untuk makan. Ia menghubungkannya dengan apa yang terjadi pada kakaknya. Kita akan lebih membenci diri ketika besedih dalam keadaan lapar.

“Getting mad and scolding someone isn’t easy. The one scolding feels uncomfortable, self-conscious, and unpleasant. But you still have to do it. We do it for a reason “Scold mistakes and praise success. Start with that. Then don’t you think you’ll develop a sense of when to get mad and when to comfort?” 

Ku Do Won

Ku Do Won ini memang tipe senior idaman yang dibutuhkan oleh banyak junior pada setiap lini pekerjaan. Ia bisa mengayomi dengan banyak kebijaksanaan. Kali ini, ia menyampaikannya pada Um Jae Il yang tidak dapat tegas menegur seorang dokter magang atas kelalaiannya. Jae Il beralasan karena selama ini ia tergerak bukan karena omelan melainkan kebaikan seperti yang dilakukan Eun Mi. Sayangnya kebaikan Jae Il justru dimanfaatkan. Itulah kenapa penting untuk memahami momen dan orangnya, kapan perlu tegas menegur, kapan perlu menoleransi dan membantu.

“If they make a mistake, of course you should scold them. But the location and content of the reprimand still requires common courtesy.” 

Prof. Ryu 

Seolah bersambung, kalimat bijak Prof. Ryu, yang berhasil membuat kita semua tersentuh, dapat menyimpulkan bagaimana mengomeli seharusnya. Menegur kesalahan memang perlu, tapi tetap ada etika yang harus diperhatikan. Menyampaikan hal baik tentu perlu dengan cara yang baik pula.

“It’s thanks to those who taught me how to fail with grace and how to let go with courage that I was able to become a better person.” 

Prof. Im

Pada akhirnya yang bisa membuat kita bertumbuh itu adalah kesempatan untuk melakukan kesalahan. Ketika kita berani melakukan sesuatu, membuka peluang melakukan kesalahan, dan berani pula memperbaikinya. Kita belajar dari waktu ke waktu dengan proses panjang itu. Kalimat perpisahan dari Prof. Im ini cukup mewakilkan bagaimana tokoh-tokoh dalam drama ini bisa bertumbuh selama setahun kisah mereka. 


“People say a baby completes a family and wonder how can you live without that happiness. But I’ll give that life a shot. My family may be incomplete to some, but I am happy with it. The joy a baby brings is something I’ll try to find elsewhere on my own.” 

Oh Joo Young

Terakhir, adalah kalimat dari kakak Oh Yi Young, Oh Joo Young yang seperti kita tahu sudah mengusahakan segalanya agar memiliki bayi. Adegan yang diletakkan pada akhir ini rasanya tidak mungkin tidak menghangatkan hati. Kita semua tahu bagaimana Oh Joo Young bolak-balik ke rumah sakit, melakukan berbagai macam pemeriksaan, menjaga tubuhnya dengan tidak mengonsumsi hal-hal yang dilarang, mengalami naik turun perubahan suasana hati. Suaminya pun sama berbesar hati menghadapi hari-hari perjuangan mereka bersama untuk seorang bayi. Hingga akhirnya mereka pun berani melepaskan apa yang ia impikan. Kasih sayang yang mereka tunjukkan pun cukup menghangatkan dan bisa jadi pelengkap yang manis pada serial ini.



Salam, Nasha


Referensi:

https://korean-binge.com/2025/04/16/70-quotes-resident-playbook-2025/

https://www.instagram.com/residentplaybook_official/







Bulan Zulkaidah dalam hitungan Tahun Hijriah bisa dikatakan sebagai bulan paling ramai untuk kunjungan ke Baitullah. Dari seluruh penjuru dunia, orang-orang menuju ke tanah suci, termasuk dari Indonesia. Meski ada puluhan kloter yang diberangkatkan setiap tahunnya, masa tunggu haji di Indonesia tidaklah sebentar. Maka mereka yang akhirnya dipanggil, mewujudan rasa syukurnya dengan mengadakan acara sebelum berangkat untuk bisa pula didoakan bersama. Acara ini dikenal dengan walimatus safar. Berbagai pandangan menyimpulkan acara ini positif, jika bisa dijaga tetap dalam batas kebaikan yang diperlukan. 



Walimatus Safar

Walimatus Safar secara harfiah diartikan sebagai acara pesta untuk walimah dan perjalanan untuk safar. Maka seacara bahasa artinya adalah acara yang diadakan untuk perjalanan, pada praktiknya yakni perjalanan ke tanah suci. Kebanyakan untuk ibadah haji, meski ada pula yang mengadakannya untuk umroh. Dalam pelaksanaannya, rangkaian acara terdiri dari doa bersama yang biasanya dipimpin oleh ustadz atau kyai lalu dilengkapi dengan makan-makan bersama dengan konsumsi yang telah disediakan oleh tuan rumah.

Jika dirunut pada sejarahnya, kegiatan ini tidak memiliki sumber yang jelas bagaimana awalnya. Ini merupakan bentuk tradisi mayoritas umat muslim Indonesia saja, sebagai bentuk rasa syukur dan kebersamaan dalam masyarakat. Terlebih, bukan hal mudah untuk bisa berangkat menuju baitullah. Bukan hanya karena faktor ekonomi tapi juga faktor antrean yang begitu panjang membuat kita ingin bersyukur bersama-sama, selayaknya gaya hidup kita di Indonesia. Mengundang sanak saudara dan kerabat untuk berbagi kabar juga kebahagiaan sekaligus berdoa bersama.

Meski bentuknya tradisi, bukan berarti acara ini tidak ada dalil sama sekali. Melansir laman HIMPUH, ada beberapa hadits yang menjelaskan bagaimana Rasulullah mengungkap syukur selepas dari perjalanan. Seperti keluarga yang menyambut beliau atupun penyembelihan hewan untuk dimakan bersama-sama. Meski tasyakuran itu biasanya dilaksanakan sekembalinya dari perjalanan, ada pula dalil yang menjelaskan tentang berbagi makanan atas peristiwa yang membahagiakan. Bisa berangkat ke tanah suci merupakan peristiwa yang membahagiakan, kan?

Jadi, sebagai acara wujud rasa syukur atas diundangnya seseorang ke tanah suci yang diselenggarakan dengan makan dan doa bersama, acara ini merupakan acara baik yang dapat memupuk silaturahmi. Hanya saja, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan agar tidak melenceng dari kebaikan yang sesungguhnya. 


Perhelatan yang Patut

Sama seperti kebaikan lainnya, semua diawali dari niat, termasuk pada acara tasyakuran ini. Tanyakan dulu pada diri sendiri, apakah mengadakan acara memang karena ingin bersyukur dan berbagi kebahagiaan atau hanya sekedar ikut-ikutan atau justru karena ingin mendapat pengakuan? Sebab, niat ini yang paling utama sebelum mengadakan acara. Jika ternoda oleh niat yang tidak lagi tulus suci demi kebaikan, mungkin lebih baik menghindar. Tidak sedikit orang yang memilih tidak mengadakan acara walimatus safar ini karena takut riya' atau membanggakan diri. Niat letaknya di dalam hati, tidak ada yang tahu pasti melainkan diri sendiri. Jika memang sudah memastikan niat murni karena Allah, maka pelan-pelan kita berdoa agar niat suci itu dijaga jangan sampai ternoda. 

Selanjutnya, adakanlah acara yang sewajarnya. Tidak perlu berlebihan apalagi bermewah-mewahan. Kembali pada tujuannya apa. Untuk berdoa, maka undang pemuka agama untuk memimpin. Untuk berbagi kebahagiaan dengan makan bersama, maka sediakan makanan sewajarnya untuk membuat orang kenyang dengan pilihan makanan yang menyehatkan. 

Terakhir, jangan memaksakan diri. Jika memang tidak sanggup mengadakan acara, tidak apa-apa. Tidak ada keharusan untuk mengadakan acara syukuran. Jika sanggupnya hanya mengundang tetangga dekat dan keluarga inti pun, juga tidak masalah. Orang bisa bebas berargumen tapi kitalah yang paling mengerti kondisi diri sendiri. Kita yang akan berangkat, keluarga kita yang akan ditinggal, utamakan mana yang menjadi prioritas. Jangan sampai acara menyenangkan orang lain malah menyusahkan diri dan keluarga sendiri, dengan berhutang misalkan. Pahami batasan diri. 

Selain itu, berikut ada beberapa tips untuk menambah kebaikan dari acara syukuran tersebut:

  • Mengundang tetangga terlebih dahulu, sebab mereka yang paling dekat ada di sekitar kita, yang tahu akan penyelenggaraan acara.
  • Perkirakan jumlah makanan yang sesuai dengan tamu undangan agar tidak kekurangan ataupun berlebihan.
  • Sediakan piplihan makanan yang sekiranya disukai oleh banyak orang sehingga bisa mengurangi potensi makanan sia-sia.
  • Tidak terlalu berisik sehingga tidak mengganggu aktivitas warga lainnya.
  • Peka terhadap lingkungan, mulai dari area parkir yang tidak mengganggu tetangga, sampah yang tidak berserakan, juga aktivitas yang sederhana.
  • Sediakan tempat pembuangan untuk makanan sisa konsumsi seperti komposter.
  • Sediakan wadah makanan yang tidak menambah tumpukan sampah seperti wadah cuci ulang ataupun pilihan wadah sekali pakai yang lebih ramah lingkungan.
  • Hindari penggunaan plastik.

Nah, itulah rangkuman dari bagaimana mengadakan acara walimatus safar yang diadakan sebelum keberangkatan ke tanah suci. Semoga kita semua diundang oleh Allah dan dimudahkan prosesnya untuk bisa ke sana, ya. Aamiin.



Salam, Nasha

Secara nasional, kita mengenal Hari Pendidikan Nasional bertepatan dengan hari lahir Ki Hajar Dewantara yakni tanggal 2 Mei. Biasanya hari ini diperingati oleh guru maupun murid dengan upacara yang diselenggarakan di sekolah untuk mengingatkan tentang pentingnya pendidikan. Namun sebenarnya semangat pendidikan tidak terbatas pada mereka saja. Kita sebagai orang tua justu adalah pihak kunci yang menentukan bagaimana pendidikan anak sebagaimana kita adalah guru kehidupan mereka yang pertama dan untuk selamanya. 



Pendidikan untuk Anak

Bicara pendidikan, mungkin yang pertama muncul dalam benak kita adalah proses belajar mengajar yang terjadi antara murid dan guru di sekolah. Padahal, jika kita lihat definisinya, tidak ada batasan dalam pendidikan itu. Proses pendidikan terjadi dengan adanya usaha sadar dan terencana oleh satu pihak untuk membuat pihak lainnya memahami dan mengembangkan potensi mereka. Maka, tidak salah jika dikatakan bahwa orang tua juga melakukan pekerjaan mendidik anak. 

Peran orang tua dalam pendidikan anak dimulai jauh sebelum anak masuk sekolah. Jauh sebelum orang tua mencari informasi tentang sekolah yang cocok untuk anak, jauh sebelum orang tua bekerja mempersiapkan dana agar bisa membayar uang pangkal sekolah yang diinginkan, jauh sebelum orang tua menemani anak mengerjakan tugasnya. Di atas itu, usaha mendidik orang tua telah jauh sebelum anak berhubungan dengan sekolah.

Upaya orang tua dalam mendidik anak telah dimulai dari bagaimana sepasang manusia merencakan anak seperti apa yang akan mereka wujudkan. Bahkan tidak jarang yang menyebut itu semua dimulai dari memilih pasangan. Pasangan seperti apa yang akan menjadi sosok teladan bagi anak, siapa yang akan membersamai mereka, orang seperti apa yang akan mendidik generasi penerus ini kelak. 

Jadi, jangan pernah mengerdilkan pendidikan hanya terjadi di sekolah. Serta jangan pula mengerdilkan peran orang tua sebagai pendidik pertama anak yang mengajarkannya tentang kehidupan dan nila-nilai yang harus dipegang. Sebab orang tua adalah pendidik utama anak untuk selamanya. 


Peran Orang Tua dalam Mendidik Anak

Sudah kita singgung tadi, bagaimana orang tua sudah mulai berperan sebagai pendidik anak bahkan tanpa mereka sadari. Jika kita mulai titiknya dari pernikahan dan rencana memiliki buah hati, maka peran itu bis akita runut sebagai berikut.

  • Menyiapkan Diri
Belakangan banyak himbauan agar sebagai manusia dewasa kita harus 'selesai' dulu dengan diri sendiri sebelum memiliki anak. Ini berarti kita bisa mengenali dan memahami diri sendiri secara utuh, lengkap dengan luka dan trauma yang lalu serta berdamai dengan semua itu. Sehingga ketika memiliki anak, kita tidak lagi atau setidaknya sedikit memiliki masalah di dalam diri. Upaya itu dapat mendoong kita menjadi manusia yang lebih berkesadaran dan bijaksana. Salah satunya dengan mampu mengenali bahkan mengajari mereka tentang apa yang dirasa dan bagaimana mengekspresikannya, juga dengan tidak menjadian anak sasaran emosi yang ternyata bersumber dari luka masa kecil.
  • Mendiskusikan Masa Depan Anak
Dua kepala dewasa dengan latar belakang yang berbeda, tentu memiliki pemikiran yang berbeda pula akan banyak hal, dan ini adalah hal wajar. Itulah kenapa diperlukan diskusi. Komunikasi yang sehat dan terbuka, dalam hal ini membicarakan tentang anak. Nilai apa saja yang penting untuk ditanamkan, pendidikan apa yang menjadi prioritas dalam keluarga, hingga bagaimana melakukannya secara berkala. Semua harus dipikirkan berdua, jangan hanya menjadi beban salah satu pihak, ibu misalkan. Sebab pengasuhan adalah tanggung jawab berdua, ayah dan ibu.
  • Membicarakan dengan Pihak yang Akan Mendukung Prosesnya
Tergantung pada kondisi masing-masing keluarga, pihak pendukung pada proses pendiikan anak bisa jadi pengasuh, kakek-nenek, om tante, keluarga besar, hingga pihak lembaga pendidikan nantinya. Jika sudah memiliki visi yang jelas tentang anak, proses komunikasi dengan pihak luar ini akan menjadi hal yang lebih mudah dilaksanakan. Dengan adanya do's and don'ts yang sudah disepakati, kita bisa menyampaikannya dengan lebih leluasa. Begini bicara di depan anak, makan yang ini-itu saja, siara yang boleh ditonton hanya ini, tidak boleh bermain di jam ini,  dsb. 
  • Memantaskan Diri Menjadi Teladan
Ini bagian yang paling penting dan paling sulit rasanya. Bagaimana memberikan mereka contoh dalam berbicara hingga bertindak. Sebab anak adalah peniru ulung yang mungkin tidak mendngar tapi akan selalu melihat. Bagaimana cara kita bicara, bagaiamana cara kita mengekspresikan emosi, bagaimana kita bertindak. Namun inilah hal yang paling menguntungkan dari menjadi orang tua, kita terus berupaya untuk memperbaiki diri. Kita berusaha menahan diri, berpikir berulang kali, semuanya untuk menjadi yang lebih baik dari hari ke hari.
  • Bijak dalam Memosisikan Diri
Sebagai orang tua yang memiliki hubungan sangat dekat dengan anak, mungkin kadang kita merasa tidak ada batasan dengan mereka. Tapi pahami bahwa mereka hanyalah anak-anak yang kemampuan berpikirnya tidak sama dengan kita. Jadi bijaklah menahan diri. Bicarakan hal yang pantas di depan mereka, bicarakan hal yang menjadi bagian orang dewasa dengan orang dewasa saja, bijaksanalah. Bahkan melakukan pencitraan di depan anak itu lebih baik daripada berlaku apa adanya, mengingat anak akan meniru apa yang kita lakukan. Jika itu hal baik, berpura-pura saja dulu, pura-pura suka olahraga, pura-pura rajin membaca, biar anak meniru hal-hal baik yang kita lakukan. 
  • Serius Menentukan Rencana Pendidikan
Pelajari tahap perkembangan anak, mulai dari bayi hingga anak bahkan remaja nanti. Sesuaikan dengan usia mereka. Bicarakan berdua, sebab ini tanggung jawab ayah dan ibu. Apa yang ingin diajarkan pada anak, bagaimana melakukannya. Ada banyak hal yang bisa diajarkan pada anak, ada banyak aspek dari anak yang bisa kita didik. Tidak melulu fokus pada sekolah dan pelajarannya atau berbagai prestasi yang bisa ia dapatkan dari kejuaraan. Sebab, didikan kita bukan untuk pengakuan tapi untuk kehidupan mereka di masa depan. Hal yang tidak tampak bukan berarti tidak ada. 
  • Meluangkan Waktu untuk Mereka
Waktu adalah hal terbaik yang bisa kita berikan pada anak. Sebelum mendidik, pastikan kita punya waktu untuk menjalin hubungan baik dengan mereka. Connection berfore correction. Anak yang terhubung dengan orang tua akan lebih mudah untuk bekerja sama. Luangkan waktu yang benar-benar utuh tana distraksi untuk mereka, mendengarkan cerita mereka, bermain bersama mereka, atau bahkan hanya diam menemani mereka. 
  • Tidak Berhenti Belajar
Pada akhirnya menjadi orang tua adalah tentang perjalanan seumur hidup yang tidak ada habisnya. Sejak kecil hingga mereka dewasa, orang tua tetaplah berperan dalam mendidik anak. Sebagai tempat aman mereka berpulang, tempat tanpa penghakiman bagi mereka bertanya, tempat yang mereka rindukan saat menghadapi rumitnya dunia. Bahkan ketika dewasa, orang tua tetaplah menjadi pendidik anak yang mengingatkan mereka akan nilai-nilai kebaikan. 


Hebatnya anak, mereka akan selalu punya ruang untuk memaafkan. Jadi tidak ada kata terlambat untuk mulai emmahami peran kita sebagai orang tua dan memperbaiki diri. Tidak akan pernah padam kesempatan untuk memantaskan diri. Maka pada hari ini, untuk anak-anak kita, mari lebih berkomitmen menjadi pendidik sejati, yang lebih hadir juga lebih terbuka untuk terus belajar agar pantas menjadi teladan.



Salam, Nasha

Setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya, termasuk dalam hal pendidikan. Kita daftarkan mereka sekolah sejak usia dini dengan tujuan memaksimalkan perkembangan mereka sehingga mereka bisa tumbuh cemerlang nantinya. Namun dibalik keinginan mulia itu, kadang kita lupa pada apa yang sebenarnya paling anak butuhkan sesuai usianya serta bekal apa saja yang harus dipersiapkan untuk mereka sebelum memasuki dunia baru, sekolah. Jadi sebelum mendaftarkan anak, pastikan dulu apakah anak siap?




Dalam kehidupan modern kita sekarang, kesadaran akan pentingnya pendidikan semakin meningkat. Banyak orang tua semakin yakin bahwa pendidikan memang jalur paling aman untuk jaminan masa depan. Maka mereka mengupayakan pendidikan terbaik bagi anaknya, termasuk dengan mendaftarkan anak sekolah sejak dini. Sekolah pun berlomba-lomba menarik hati orang tua dan anak sejak usia 2 tahun. Kebanyakan dari orang tua beranggapan, lebih baik mereka bermain di sekolah dengan aktivitas yang terarah daripada bermain 'tidak jelas' di rumah. 

Anggapan itu tidak salah, meski tidak sepenuhnya benar. Sebab, jelas atau tidak jelasnya aktivitas anak bermain bagi orang tua, tidak ada hubungannya dengan proses belajar mereka. Anak belajar dari apapun yang mereka terima dan lakukan. Maka, niat kita untuk menyekolahkan mereka harus lebih jelas lagi sehingga keputusan untuk mendaftarkan anak bersekolah hingga memilih sekolahnya juga lebih terarah. Pahami bahwa apa yang kita inginkan atau yang kita pikir terbaik, belum tentu sesuai dengan kondisi setiap anak. Maka langkah awal yang perlu kita lakukan adalah memahami anak, anak kita sendiri.

Selanjutnya, jika memang berbagai pertimbangan mengantarkan kita pada rencana untuk mendaftarkan anak pada lembaga pendidikan usia dini, tidak berarti kita menyerahkan mereka begitu saja pada guru. Sebab, ada beberapa hal yang harus kita pastikan dan persiapkan. Persiapkan agar mereka benar siap untuk memasuki dunia baru itu.

  • Pahami dari sudut pandang anak

Bagi anak, sekolah adalah tempat baru yang, meskipun mereka sukai di waktu kunjungan pertama, bisa jadi tempat yang membingungkan dan menegangkan. Bayangkan mereka yang biasanya beraktivitas sesuka hati di tempat yang sudah mereka kenali, tiba-tiba harus berpisah dari orang dan lingkungan yang mereka kenal lalu melakukan aktivitas yang diinstruksikan dari orang-orang asing. Selain itu, ada banyak hal baru yang harus diproses otak kecil mereka, mulai dari lingkungan sekolah, warna cat dinding, wajah teman-teman, suara guru, doa sebelum pulang, dll. Wajar jika anak kewalahan, kan?

  • Kemandirian dan Kemampuan intrapersonal

Untuk bisa melepas anak di lingkungan baru tanpa pengawasan orang tua, pastikan anak dapat menjaga dirinya sendiri. Tentu saja guru pun mengawasi, tapi alangkah lebih baik jika mereka bisa memahami diri sendiri dan mandiri akan kebutuhannya. Kemandirian ini bisa dibiasakan dari rumah seperti makan dan minum sendiri, bisa ke toilet sendiri, pakai sepatu, membuka tas dan kotak bekal, serta membereskan barang sesuai tempatnya. Selain itu, pastikan anak memahami dan dapat mengomunikasikan kondisi tubuhnya seperti ketika ia merasa tidak sehat, disakiti, tersinggung, dll.

  • Kemampun Emosional
Kemampuan ini mencakup kesiapan dan kemauan anak untuk berpisah dari orang tua atau pengasuh. Selalu katakan pada anak bahwa ia nanti akan dijemput dan hindari kalimat nanti ditinggal. Dengan begitu, anak lebih berani untuk bersekolah tanpa ditemani. Selain itu, kemampuan emosional berarti anak dapat mengenali emosi yang ia rasakan. Kemampuan ini perlu dilatih jauh hari dari rumah. Jangan biasakan meredam ekspresi perasaan anak, misalkan dengan melarang mereka menangis, tapi kenalkan perasaan sedih, kesal, takut, kecewa yang bisa menimbulkan air mata tersebut.  
  • Komunikasi
Setelah dapat mengenali emosi sendiri, anak juga perlu dilatih untuk dapat mengekspresikan dan mengomunikasikannya dengan tepat. Misalkan ketika kesal, tidak melempar barang, atau ketika marah, tidak memukul teman. Bukan hanya larangan, tapi tunjuki ia bagaimana yang benar seperti menarik nafas, menghentakkan kaki, ataupun membicarakannya. Anak juga perlu diajari tentang kemungkinan saat berinteraksi dengan teman. Bisa jadi ia terdorong saat sedang berlarian, bisa jadi ia terluka ketika menabrak teman, apa yang harus ia lakukan? Bagaimana anak mengomunikasikannya?
  • Pengenalan Adab 
Tidak ada batasan usia minimal dalam mengajarkan adab pada anak. Mulai dari bayi ketika kita bacakan ia doa sebelum menyusu, mengenakan kaus kaki sebelah kanan terlebih dahulu, mengucapkan hamdalah ketika bersendawa, makan dalam posisi duduk, dst. Kebiasaan ini bisa diteruskan hingga anak terlatih setidaknya mengucapkan salam/ permisi, maaf, tolong, dan terima kasih. Adab dasar lainnya adalah mendengarkan dan tidak menyela ketika orang berbicara. 
  • Kemampuan Dasar Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik Sederhana

Pada dasarnya kemampuan ini akan anak pelajari dari aktivitas bermain yang ia lakukan di rumah dan dari interaksinya dengan kita, orang tua ataupun dengan pengasuhnya. Perkembangan ini meliputi kemampuan anak dalam mengurutkan kegiatan, menjawab ataupun menceritakan kejadian, mengelompokkan benda; lalu mampu mengenali dan mengekspresikan emosi dengan tepat; serta dapat memegang, membuka, menutup benda, menyeimbangkan tubuh, koordinasi mata juga tangan, dst. Tahap kemampuan ini disesuaikan dengan kemampuan anak, namun semakin ia mampu semakin nyaman pula ia dengan aktivitas di sekolah.


Sebagai orang tua, kitalah yang bertanggung jawab atas tahap perkembangan anak, sehingga memang tidak bisa menyerahkan mereka begitu saja ke pihak sekolah. Apalagi proses pendidikan adalah perjalanan panjang yang akan anak lalui selama belasan bahkan puluhan tahun, jangan sampai kenangan awal mereka tentang sekolah menjadi tidak menyenangkan. Kitia justru harus berusaha agar anak mau dan bersemangat sekolah. Jadi pastikan dahulu kesiapana anak sebelum mendafarkan mereka. Persiapkan mereka dengan bekal terbaik dari kita. Sehingga dekat ataupun jauh, kini ataupun nanti, mereka tetap bisa aman dan nyaman berkat bekal yang sudah kita siapkan. 



Salam, Nasha

Pesatnya teknologi berdampak positif pada mudahnya akses pendidikan. Kini semua orang bisa belajar secara daring, termasuk anak-anak. Orang tua bisa mengikut sertakan anak-anak pada berbagai keterampilan bermodalkan internet di rumah. Peluang ini pun dimanfaatkan oleh banyak lembaga untuk membuka kelas daring, termasuk kelas belajar agama Islam. Beberapa lembaga mengkhususkannya pada kemampuan mengaji, tapi tidak sedikit pula yang menambahkan berbagai pelajaran keislaman lainnya. Berikut beberapa lembaga yang bisa menjadi pilhan belajar mengaji online untuk anak. 



Berbeda dengan zaman kita sebagai orang tua yang mayoritas belajar mengaji di usia sekolah dasar, anak-anak kini sudah diajarkan untuk mengaji atau menghafal surat pendek dan hadits sejak usia dini. Bukan hanya belajar di masjid dekat rumah, banyak anak-anak yang belajar mengaji secara privat dengan guru yang datang ke rumah atau ikut kursus di lembaga pendidikan. Bisa dibilang ini sebagai perkembangan yang baik. Apalagi kemampuan mengaji memang sepatutnya diutamakan bagi kita yang muslim.

Namun, seperti dua sisi mata uang. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan terhadap perkembangan ini antara lain:

  • Perkembangan setiap anak berbeda

Sebagai orang tua tentu kita yang paling tahu bagaimana kebiasaan anak di rumah, apa yang sudah ia kuasai dan yang perlu dikembangkan. Sehingga perlu diperhatikan kesiapan anak belajar dan metode yang paling cocok dengan mereka. Tidak perlu ikut-ikutan hanya karena anak seusia mereka sudah diajarkan ini itu. Tidak semua lembaga ataupun metode pengajaran cocok untuk semua anak.

  • Dunia anak tetaplah dunia bermain
Pendekatan paling baik dalam mengajari anak adalah yang paling sesuai dengan perkembangan mereka. Bagaimanapun, anak usia dini belum memahami konsep kewajiban dan hak,  sehingga tidak mungkin menuntut mereka untuk bisa memenuhi ekspektasi atau standar tertentu.
  • Tumbuhkan dulu kecintaan mereka sehingga tidak perlu memaksa
Ini hal utama yang jangan sampai terlewat. Jangan hanya karena kita terburu-buru, anak jadi tidak menikmati proses belajar sedangkan belajar itu adalah aktivitas yang perjalanannya panjang. Jika dari awal anak terpaksa, maka kedepannya akan lebih sulit bagi mereka untuk berkembang dan bagi kita untuk mengubah persepsi mereka. 
  • Adab sebelum ilmu
Sebelum meminta mereka bisa mengaji ataupun hafal surat Al Quran, tanamkan dulu nilai-nilai kebaikan seperti yang diajarkan oleh Rasulullah. Bagaimana bersikap, berinteraksi, serta apa saja prinsip-prinsip kebenaran dan kebaikan yang harus dijalani. Jelaskan pula makna dan pesan dalam surat yang mereka pelajari, bukan sekadar menghafalnya saja.
  • Peran orang tua untuk mengajar

Tidak dipungkiribanyak dari kita yang merasa rendah diri untuk mengajarkan anak mengaji, merasa kemampuan kita belum mumpuni untuk mengajarkan pada mereka. Namun, tetap ingat  bahwa pengajaran anak tetaplah tanggung jawab orang tua. Jangan sampai lepas tangan hanya karena mereka telah diajarkan oleh orang lain. Sebenarnya lebih baik lagi, jika orang tua langsung yang mengajarkan mereka, sama-sama meningkatkan kapastitas diri dengan anak, memiliki waktu khusus untuk belajar bersama.

Jika dirasa semua catatan tadi sudah dipahami, lalu berdasarkan pertimbangan dari kondisi keluarga masing-masing, barulah orang tua bisa memilih untuk mencari lembaga bagi anak belajar mengaji.


Lembaga Mengaji Online untuk Anak

Ada banyak pilihan yang tersedia dalam rangka mengajarkan anak mengaji. Beberapa lembaga dibuka untuk umum mulai dari anak hingga dewasa, beberapa lagi memiliki kelas online dan offline, dan tidak sedikit yang memang mengkhususkan pengajarannya pada anak saja. Berikut beberapa lembaga mengaji anak secara online yang bisa dijadikan pilihan. 

  • Edufic

Lembaga yang khusus menyediakan kelas online untuk anak ini  mengintegrasikan kruikulumnya dengan kurikulum internasional. Ada banyak kelas yang ditawarkan selain mengaji dengan tajwid, yakni kelas Islamic English, Islamic Coding, Arabic for Quran, Islamic Writing and Storytelling, dsb. Rata-rata kelas tersebut diperuntukkan bagi anak suia 5-12 tahun. Info lebih lanjut bisa melalui laman resmi mereka di edufic.id atau akun instagram edufic.id 

  • Albata

Di Albata, anak dengan rentang usia 3-13 tahun bisa belajar mengaji secara online ataupun offline (tatap muka datang ke rumah) dengan cabang tersebar di beberapa kota di Indonesia mulai dari Jakarta, Bogor, Bandung, hingga Sidoarjo. Tersedia pilihan kelas grup atau privat. Bahkan di kelas privat juga ada pilihan untuk menggunakan kata pengantar Bahasa atau English. Dalam praktiknya, anak akan belajar mengaji yang juga meliputi tauhid, adab, sirah,fiqh, tartil, juga tahfids yang semuanya menggunakan fun learning ala montessori. Silakan cek info lengkapnya di laman resmi atau akun instagram albata.id

  • Mengaji Kids
Dikhususkan untuk metode pengajaran online, lembaga ini menyediakan kelas belajar mengaji untuk anak dan remaja usia 4-19 tahun. Ada tiga pilihan kelas yang ditawarkan yakni Kelas Iqra, Kelas Al Quran, dan Kelas Tahidz. Dengan biaya yang terjangkau, kita bisa memilih kelas grup atau privat sesuai dengan kebutuhan anak-anak. Info lengkapnya bisa dilihat di mengajikids.co.id

  • Syari Hub

Bukan hanya anak-anak, lembaga online ini juga menyediakan kelas dewasa. Metode yang digunakan pun beragam mulai dari metode ummi yang disarankan untuk anak-anal, tilawah, iqro, juga bahasa arab pemula. Dalam kelas anak, disedikan layanan privat untuk usia 5-12 tahun menyesuaikan dengan kemampuan masing-masing anak. Kelas ini pun dilengkapi dengan pengajaran ilmu keislaman lainnya seperti kisah nabi, sholawat, dan doa. Info lebih lanjut bisa dilihat pada laman resmi atau instagram syarihub.id

  • Privatngaji.com

Lembaga yang menyediakan kelas untuk anak dan dewasa ini, juga menawarkan kelas online dan offline di mana ustadz/ ustadzah mengajarkan murid di rumah masing-masing. Kita juga bisa menentukan untuk belajar secara privat atau grup. Materi yang diajarkan adalah tahsin quran berupa makhorijul huruf, tajwid, ghorib, dan shifatul huruf, serta materi tahfidz untuk anak yang ingin menghafal Al Quran. Selain itu ada pula tambahan berupa materi praktik sholay, doa, kisah nabi, dan berbagai permainan yang edukatif. Info lengkapnya bisa didapatkan di privatngaji.com


Nah, demikian rangkuman lembaga baik online ataupun offline yang bisa dijadikan pilihan bagi ayah ibu yang ingin mendaftarkan anaknya untuk belajar mengaji. Semoga bermanfaat!



Salam, Nasha

Bukan tangerine, tapi when life gives you lemon, make lemonade sebagai frasa yang cukup terkenal dengan pesannya agar kita bisa memperjuangkan hidup dengan sudut pandang yang lebih baik. Tidak jauh berbeda, when life gives you tangerine dimaksudkan dengan pesan yang serupa. Tangerine dipilih sebagai buah yang mewakili Jeju, wilayah yang menjadi latar cerita. Terinspirasi dari kisah cinta dan perjuangan warga asli di sana untuk mengubah nasib generasi, drama ini memang patut mendapat apresiasi tinggi. Bukan hanya karena menghangatkan hati namun karena bisa mengingatkan kita bahwa terlepas dari segala kejutannya, hidup memang layak untuk diperjuangkan.


Sekilas Kisah

Meskipun drama ini mengisahkan tentang kehidupan Ae Sun yang diperankan IU dalam perjuangannya untuk mewujudkan mimpi, tapi bagi saya kisah ini sudah bermula dari ibunya Ae Sun, Gwang Rye. Seorang haenyo atau perempuan penyelam di Pulau Jeju yang memiliki pemikiran berbeda dari ibu-ibu lain pada tahun 1950-an di sana. Ia tidak ingin Ae Sun mengikuti jejaknya sebagai haenyeo, maka ia memilih untuk hidup terpisah dari putrinya agar Ae Sun bisa mendapat pendidikan yang lebih layak dari keluarga alm. suaminya. Meskipun akhirnya Ae Sun kembali hidup bersamanya, Gwang Rye tetap mengupayakan agar Ae Sun hidup di luar Jeju sehingga memiliki nasib hidup yang berbeda darinya.

Sayang, perjuangan Gwang Rye tidak berlangsung lama karena ia meninggal ketika Ae Sun masih berusia 9 tahun. Tinggal bersama ayah tiri, Ae Sun harus bersekolah sambil berjualan serta mengasuh kedua adiknya. Didampingi oleh Gwan Sik, anak laki-laki yang terus membersamainya, Ae Sun menjual kubis hasil kebunnya di pasar hingga remaja. 

Ketika ayah tirinya menikah lagi, Ae Sun pun merasa tidak memiliki siapa-siapa. Bahkan keluarga ayahnya malah mengusulkan agar ia bekerja saja bukan bersekola apalagi berkuliah sastra seperti cita-citanya. Dengan putus asa, Ae Sun mengajak Gwan Sik untuk kabur keluar Jeju. Sesampainya di Busan, ketidak beruntungan menghampiri mereka, sehingga setelah dua malam mereka pun kembali ke Jeju dan tak lama kemudian menikah.

Sejak menikah, memiliki seorang putri, dan tinggal bersama keluarga suami, kehidupan Ae Sun jauh dari apa yang ia impikan. Meski melakukannya dengan sukarela, hari-harinya tetap tidaklah mudah apalagi dengan berbedanya pemikirannya dengan tradisi yang ada di sana. Hingga akhirnya mereka tinggal di rumah sewaan sendiri, memiliki tiga anak, dan jatuh bangun dalam perjuangan keluarga kecil mereka. Mulai dari nyaris kehilangan tempat tinggal, menjadi kapten kapal, anak, tidak ada makanan, dst.

Kisah dalam drama ini pun berlanjut pada kehidupan Ae Sun sebagai ibu dengan anak dewasa, Geum Myeong, yang juga diperankan oleh IU. Bahkan terus berlanjut hingga Ae Sun menjadi nenek dari seorang cucu perempuan. Sama seperti orang tuanya, Geum Myeong juga mengalami pasang surut kehidupan seperti prestasi di sekolah, kemiskinan, tuntutan kerja, hubungan, dll. Kejutan dan tantangan kehidupan tak henti menghampiri mereka. Seperti rasa asam pada manisnya buah jeruk. 

Dengan panjangnya kisah hidup yang disajikan pada drama ini, tak heran ada banyak isu kehidupan yang dibahas. Mulai dari mimpi, harapan, kasih sayang, kehilangan, perlawanan, pengkhianatan, takdir, dll. Berbagai emosi bisa kita rasakan saat menyaksikan drama korea sepanjang 16 episode ini.


Pesan dari Berbagai Kejutan Kehidupan 

  • Semua berawal dari mimpi dan pikiran
Ae Sun tidak akan tumbuh menjadi anak yang berbeda dari teman sebayanya tanpa ibu yang memiliki impian untuknya. Begitu pula Geum Myeong tidak akan bisa sukses menjalankan mimpinya tanpa pola pikir yang berbeda dari ibunya. Maka, lagi-lagi kisah ini menegaskan bahwa kita adalah apa yang kita pikirkan. 
  • Mendapatkan dukungan adalah anugerah

Setelah memiliki pikiran yang memiliki kehendak sendiri, ternyata kita juga perlu orang-orang baik yang mendukung apa yang kita lakukan. Di sini, Ae Sun bisa memulai mimpinya karena ia dibesarkan oleh ibunya. Ia tidak dilarang membaca saat kebanyakan anak seusianya dibiasakan dengan urusan dapur atau laut. Ia pun tetap bisa memelihara mimpinya karena hidup bersama Gwan Sik. Tentu akan berbeda hidupnya jika ia jadi menikah dengan Bu San Gil. Dalam hari-harinya sebagai yatim piatu itupun, setidaknya ia masih memiliki tiga bibi yang tulus menyayangi dan mendukungnya. 

  • Keengganan kita untuk merombak tradisi
Drama ini cukup banyak menyinggung isu yang bermula dari tradisi, kebiasaan yang hanya diturunkan tanpa benar-benar dipahami alasan dan tujuannya sehingga tetap dilakukan meskipun tidak lagi relevan. Perempuan di Jeju dibesarkan untuk meneruskan profesi menjadi haenyeo, tanpa memedulikan keinginan anak itu sendiri. Mereka dipersiapkan untuk bisa mengurus rumah, tanpa benar-benar paham apa sesungguhnya yang dibutuhkan dalam masing-masing rumah. Tidak banyak orang yang mau memahami, menyadari, dan menjadi berbeda agar sesuai dengan kehidupan masing-masing.
  • Budaya patriarki yang merugikan

Melanjutkan perihal tradisi dalam point sebelumnya, budaya ketidak setaraan antara laki-laki dan perempuan ini sudah mendarah daging dan tampak tidak adil. Salah satunya saat Ae Sun dikeluarkan dari sekolah sedangkan Gwan Sik hanya diskors padahal melanggar aturan bersama. Bahkan butuh keberanian hanya agar anak perempuan bisa bermain sepeda. Bukan hanya di Ae Sun di Jeju, putrinya Geum Myeong juga mengalami kesulitan di Seoul gara-gara patriarki ini. Lagi-lagi, butuh keberanian dan tekad sekuat baja jika ingin melawan apa yang sudah diturunkan antar generasi, termasuk budaya patriarki.

  • Hubungan keluarga yang hangat meski kadang juga dingin

Apa yang menghangatkan dari kisah ini adalah interaksi keluarga yang apa adanya. Mulai dari perjuangan seorang ibu untuk anaknya, ketidak hadiran ayah dalam pengasuhan pada umumnya, serta hubungan kakak adik yang tidak selalu manis. Adegan-adegan itu dibungkus begitu rapi sehingga penonton pun merasakan gejolak emosi menyaksikannya. Seperti ketika Gwan Sik membela istrinya, memberikan bagian makanannya pada anaknya, berjuang untuk keluarganya hingga menjual kapal kesayangannya. Atau ketika Ae Sun memilih untuk mendahulukan keluarga serta membela putrinya bahkan saat ia sudah dewasa. Bagian yang paling menguras emosi bagi saya adalah saat mereka kehilangan putra bungsunya. Bagaimana luka kehilangan anak tidak akan hilang meski sudah berpuluh tahun usianya. 

  • Butuh Bergenerasi untuk naik kelas nasib keluarga
Entah mengubah nasib keluarga atau naik kelas generasi, tapi memang butuh perjuangan keras untuk bisa mewujudkan hal itu. Dalam kisah ini, perjuangan itu dilakukan selama tiga generasi. Dari Gwang Rye, Ae Sun, dan Geum Myeong yang bisa dikatakan sukses di daratan Seoul. Butuh mimpi untuk keluar kampung halaman hingga benar-benar hidup mapan di kota besar. Butuh perjuangan sekeras dan selama itu untuk keluar dari jerat kemiskinan. Tidak semua demikian, tapi memang beginilah jalan paling umum. Tidak tiba-tiba terjadi dalam semalam. 
  • Menerima hidup apa-adanya

Akhirnya, kita diajarkan untuk bisa menerima hidup apa adanya di setiap musimnya. Ketika terasa manis ataupun terasa asam. Kita harus maju terus dan menjalaninya dengan lapang dada. Memang hidup tidak selalu berjalan sesuai rencana. Cepat atau lambat semuanya akan berlalu. 



Salam, Nasha

Postingan Lama Beranda

Kenalan Dulu, yuk!

Hai, aku Nasha! Aku diberkahi dengan dua guru hebat dan akan seterusnya belajar. Sedang giat tentang gracefully adulting, mindfull parenting, dan sustainable living. Kadang review tontonan, buku, dan produk yang baik juga. Semoga berguna!
PS, untuk info kerja sama, bisa email aja ya! ;)

Follow @salamnasha

POPULAR POSTS

  • Biaya yang Dibutuhkan untuk SD Swasta Rekomendasi di Jogja dan Sleman bagian Utara
  • Cara Tepat Makan Lebih Sehat Tanpa Diet Ketat
  • Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga
  • Table Daftar TK di Solo Raya, Lengkap sampai Kontak (Update 2022)
  • Tips Mengurangi hingga Meniadakan Screen Time Anak, Simpel!

Hubungi Aku di sini

Nama

Email *

Pesan *

Advertisement

Label

family REVIEW lifestyle rekomendasi BUMI lingkungan parenting kesehatan mental kesehatan netflix marriage adulting rekomendasi buku

Daftar Tulisan

  • ▼  2025 (24)
    • ▼  Mei 2025 (5)
      • Buku The Psychology of Emotion, Belajar Memahami B...
      • Rekomendasi Tas Sekolah Anak Minim Plastik, Piliha...
      • Kumpulan Quote Resident Playbook, Menginspirasi Tu...
      • Persiapan Keberangkatan Haji: Memahami Tradisi, Me...
      • Hardiknas bagi Orang Tua, Guru Pertama dan Selaman...
    • ►  April 2025 (5)
    • ►  Maret 2025 (4)
    • ►  Februari 2025 (5)
    • ►  Januari 2025 (5)
  • ►  2024 (41)
    • ►  Oktober 2024 (4)
    • ►  September 2024 (8)
    • ►  Agustus 2024 (5)
    • ►  Juli 2024 (5)
    • ►  Mei 2024 (5)
    • ►  April 2024 (3)
    • ►  Maret 2024 (5)
    • ►  Februari 2024 (3)
    • ►  Januari 2024 (3)
  • ►  2023 (117)
    • ►  Desember 2023 (10)
    • ►  November 2023 (10)
    • ►  Oktober 2023 (10)
    • ►  September 2023 (10)
    • ►  Agustus 2023 (10)
    • ►  Juli 2023 (10)
    • ►  Juni 2023 (11)
    • ►  Mei 2023 (12)
    • ►  April 2023 (8)
    • ►  Maret 2023 (10)
    • ►  Februari 2023 (8)
    • ►  Januari 2023 (8)
  • ►  2022 (31)
    • ►  Desember 2022 (6)
    • ►  November 2022 (3)
    • ►  Oktober 2022 (4)
    • ►  September 2022 (3)
    • ►  Agustus 2022 (1)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (3)
    • ►  Mei 2022 (1)
    • ►  April 2022 (2)
    • ►  Maret 2022 (1)
    • ►  Februari 2022 (3)
    • ►  Januari 2022 (2)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (1)
    • ►  November 2020 (1)
    • ►  Oktober 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (1)
    • ►  Juli 2020 (1)
    • ►  Juni 2020 (1)
    • ►  Mei 2020 (1)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (2)
    • ►  Februari 2020 (2)
    • ►  Januari 2020 (1)
  • ►  2019 (6)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  April 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (1)
    • ►  Januari 2019 (3)
  • ►  2018 (5)
    • ►  Desember 2018 (1)
    • ►  November 2018 (4)

BloggerHub Indonesia

Tulisanku Lainnya

Kompasiana Kumparan

Popular Posts

  • Review Popok Perekat (Taped Diapers) Premium: Mamy Poko, Fitti, Sweety, Merries
  • Biaya yang Dibutuhkan untuk SD Swasta Rekomendasi di Jogja dan Sleman bagian Utara
  • Cara Tepat Makan Lebih Sehat Tanpa Diet Ketat
  • Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga
  • Tips Mengurangi hingga Meniadakan Screen Time Anak, Simpel!

Trending Articles

  • Biaya yang Dibutuhkan untuk SD Swasta Rekomendasi di Jogja dan Sleman bagian Utara
  • Cara Tepat Makan Lebih Sehat Tanpa Diet Ketat
  • Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga
  • Table Daftar TK di Solo Raya, Lengkap sampai Kontak (Update 2022)
  • Tips Mengurangi hingga Meniadakan Screen Time Anak, Simpel!

Copyright © SALAM, NASHA. Designed by OddThemes